Etika sangat diperlukan dalam
berbisnis, karena etika merupakan suatu pelengkap utama dari keberhasilan para
pelaku bisnis. Etika yang baik dapat meningkatkan mutu kinerja perusahaan.
Dalam standar pengendalian mutu dapat memberikan panduan bagi kantor akuntan
publik di dalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh
kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh Dewan Standar
Profesional Akuntan Publik dan adanya Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik
yang diterbitkan oleh Kompartemen Akuntan Publik, Ikatan Akuntan Indonesia.
1. Etika Bisnis Akuntan Publik
Aturan Etika Kompartemen Akuntan
Publik Staf Kantor akuntan publik kompeten, profesional, dan objektif serta
akan menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama (due
profesional care). Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di
Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia yang merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang
memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama
anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain itu dengan kode etik akuntan
juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau
masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya
karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam
kode etik profesi.
Ada lima aturan etika yang telah
ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP).
Lima aturan etika itu adalah:
- Indepedensi, integritas, dan
- Standart umum dan prinsip akuntansi
- Tanggung jawab kepada klien
- Tanggung jawab kepada rekan seprofesi
- Tanggung jawab dan praktik lain
2. Tanggung Jawab Sosial Kantor
Akuntan Publik sebagai Entitas Bisnis
Kantor Akuntan Publik memiliki
tanggungjawab sosial sebagai entitas bisnis. Sebagai entitas bisnis milik
publik, kantor harus bertanggungjawab akan segala yang terjadi di dalam entitas
dan memberi laporan secara terbuka kepada publik.Gagasan bisnis kontemporer
sebagai institusi sosial dikembangkan berdasarkan pada persepsi yang menyatakan
bahwa bisnis bertujuan untuk memperoleh laba. Persepsi ini diartikan secara
jelas oleh Milton Friedman yang mengatakan bahwa tanggung jawab bisnis yang
utama adalah menggunakan sumber daya dan mendesain tindakan untuk meningkatkan
laba mengikuti aturan main bisnis. Dengan demikian, bisnis tidak seharusnya
diwarnai dengan penipuan dan kecurangan. Pada struktur utilitarian
diperbolehkan melakukan aktivitas untuk memenuhi kepentingan sendiri. Untuk
memenuhi kepentingan pribadi, setiap individu memiliki cara tersendiri yang
berbeda dan terkadang saling berbenturan satu sama lain. Menurut Smith,
mengejar kepentingan pribadi diperbolehkan selama tidak melanggar hukum dan
keadilan atau kebenaran. Bisnis harus diciptakan dan diorganisasikan dengan
cara yang bermanfaat bagi masyarakat. Sebagai entitas bisnis layaknya
entitas-entitas bisnis lain, Kantor Akuntan Publik juga dituntut untuk peduli
dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk uang dengan jalan
memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi yang artinya pada Kantor
Akuntan Publik juga dituntut akan suatu tanggung jawab sosial kepada
masyarakat. Namun, pada Kantor Akuntan Publik bentuk tanggung jawab sosial
suatu lembaga bukanlah pemberian sumbangan atau pemberian layanan gratis. Tapi
meliputi ciri utama dari profesi akuntan publik terutama sikap altruisme, yaitu
mengutamakan kepentingan publik dan juga memperhatikan sesama akuntan publik
dibanding mengejar laba.
3. Krisis dalam Profesi akuntansi
Tekanan pemaksimalan profit saat ini
membawa profesi akuntan ke dalam krisis. Profesi dituntut untuk melakukan
tindakan dalam berbagai cara yang dapat menciptakan laba tertinggi agar dapat
bersaing dengan iklim persaingan yang semakin ketat. Dala hal ini, seluruh
tindakan yang diambil justru membuat profesi berada dalam kondisi yang membahayakan
dirinya dan dapat dituntut secara hukum. Namun, di pihak lain akuntan dipaksa
untuk tetap bersikap profesional dan dihadapkan pada serangkaian aturan yang
harus ditaati. Akuntan harus tetap bersikap objektif, jujur, adil, tepat,
independen, bertanggung jawab dan berintegritas dala menjalankan tugasnya.
Motivasi untuk berperilaku etis sangat penting karena dengan berperilaku etis
dapat memberikan kontribusi diantaranya keuntungan jangka panjang bagi
perusahaan, integritas personal dan kepuasan bagi pihak yang terlibat dalam
bisnis tersebut, kejujuran dan loyalitas karyawan serta confidence dan
kepuasan pelanggan. Perusahaan seharusnya memperhatikan tanggung jawab
sosial yang bertujuan untuk mereduksi timbulnya aksi sosial yang menolak
keberadaan suatu perusahaan. Berbeda halnya dengan perusahaan yang mementingkan
keuntungan jangka pendek. Perusahaan yang hanya berorientasi pada keuntungan
jangka pendek ini cenderung kurang memperhatikan masalah etika dan integritas.
4. Regulasi dalam rangka Penegakan
Etika Kantor Akuntan Publik
Setiap orang yang melakukan tindakan
yang tidak etis maka perlu adanya penanganan terhadap tindakan tidak etis
tersebut. Tetapi jika pelanggaran serupa banyak dilakukan oleh
anggota masyarakat atau anggota profesi maka hal tersebut perlu
dipertanyakan apakah aturan-aturan yang berlaku masih perlu
tetap dipertahankan atau dipertimbangkan untuk dikembangkan dan
disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan lingkungan.
Secara umum kode etik berlaku untuk
profesi akuntan secara keselurahan kalau melihat kode etik akuntan
Indonesia isinya sebagian besar menyangkut profesi akuntan publik. Padahal
IAI mempunyai kompartemen akuntan pendidik, kompartemen akuntan manajemen
disamping kompartemen akuntan publik. Perlu dipikir kode etik yang
menyangkut akuntan manajemen, akuntan pendidik, akuntan negara (BPKP, BPK,
pajak).
Kasus yang sering terjadi dan
menjadi berita biasannya yang menyangkut akuntan publik. Kasus tersebut
bagi masyarakat sering diangap sebagai pelanggaran kode etik, padahal
seringkali kasus tersebut sebenarnya merupakan pelanggaran standar audit
atau pelanggaran terhadap SAK.
Terlepas dari hal tersebut diatas
untuk dapat melakukan penegakan terhadap kode etik ada beberapa hal yang
harus dilakukan dan sepertinya masih sejalan dengan salah
satu kebijakan umum pengurus IAI periode 1990 s/d 1994yaitu :
1) Penyempurnaan kode etik
yang ada penerbitan interprestasi atas kode etik yang ada baik sebagai
tanggapan atas kasus pengaduan maupun keluhan dari rekan akuntan atau
masyarakat umum. Hal ini sudah dilakukan mulai dari seminar pemutakhiran
kode etik IAI, hotel Daichi 15 juni 1994 di Jakarta dan kongres ke-7 di
Bandung dan masih terus dansedang dilakukan oleh pengurus komite kode etik saat
ini.
2) Proses peradilan baik oleh
badan pengawas profesi maupun dewan pertimbangan profesi dan tindak
lanjutnya (peringatan tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian
sebagai anggota IAI).
3) Harus ada suatu bagian
dalam IAI yang mengambil inisiatif untuk mengajukan pengaduan baik kepada
badan pengawasan profesi atas pelanggaran kode etik meskipun tidak ada
pengaduan dari pihak lain tetapi menjadi perhatian dari masyarakat luas.
Di Indonesia, melalui PPAJP –
Dep. Keu., pemerintah melaksanakan regulasi yang bertujuan melakukan
pembinaan dan pengawasan terkait dengan penegakkan etika terhadap kantor
akuntan publik. Hal ini dilakukan sejalan dengan regulasi yang
dilakukan oleh asosiasi profesi terhadap anggotanya. Perlu diketahui bahwa
telah terjadi perubahan insitusional dalam asosiasi profesi AP. Saat ini,
asosiasi AP berada di bawah naungan Institut Akuntan Publik Indonesia
(IAPI). Sebelumnya asosiasi AP merupakan bagian dari Institut Akuntan
Indonesia (IAI), yaitu Kompartemen Akuntan Publik.
Perkembangan terakhir dunia
internasional menunjukkan bahwa kewenangan
pengaturan akuntan publik mulai ditarik ke pihak pemerintah,
dimulai dengan Amerika Serikat yang membentuk Public Company Accounting
Oversight Board (PCAOB). PCAOB merupakan lembaga semi pemerintah yang dibentuk
berdasarkan Sarbanes Oxley Act 2002. Hal ini terkait dengan turunnya
kepercayaan masyarakat terhadap lemahnya regulasi yang dilakukan oleh
asosiasi profesi, terutama sejak terjadinya kasus Enron dan Wordcom yang
menyebabkan bangkrutnya Arthur Andersen sebagai salah satu the Big-5,
yaitu kantor akuntan publik besar tingkat dunia. Sebelumnya,
kewenangan asosiasi profesi sangat besar, antara lain:
(i) pembuatan
standar akuntansi dan standar audit;
(ii) pemeriksaan terhadap
kertas kerja audit; dan
(iii) pemberian sanksi.
Dengan kewenangan asosiasi yang
demikian luas, diperkirakan bahwa asosiasi profesi dapat bertindak kurang
independen jika terkait dengan kepentingan anggotanya. Berkaitan dengan
perkembangan tersebut, pemerintah Indonesia melalui Rancangan Undang-Undang tentang Akuntan Publik (Draft
RUU AP, Depkeu, 2006) menarik kewenangan pengawasan dan pembinaan ke tangan
Menteri Keuangan, disamping tetap melimpahkan beberapa kewenangan kepada
asosiasi profesi.
Dalam RUU AP tersebut,
regulasi terhadap akuntan publik diperketat disertai dengan
usulan penerapan sanksi disiplin berat dan denda administratif yang besar,
terutama dalam hal pelanggaran penerapan Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP). Di samping itu ditambahkan
pula sanksi pidana kepada akuntan publik palsu (atau orang yang
mengaku sebagai akuntan publik) dan
kepada akuntan publik yang melanggar penerapan SPAP.
Seluruh regulasi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas
pelaporan keuangan, meningkatkan kepercayaan publik serta melindungi
kepentingan publik melalui peningkatan independensi auditor dan
kualitas audit.
5. Peer Review
Peer review atau penelaahan sejawat ( Bahasa Indonesia ) merupakan
suatu proses pemeriksaan atau penelitian suatu karya atau ide pengarang ilmiah
oleh pakar lain di suatu bidang tertentu. Orang yang melakukan penelaahan
sejawat disebut penelaah sejawat atau mitra bestari ( peer reviewer ).
Proses ini dilakukan oleh editor atau penyunting untuk memilih dan menyaring
manuskrip yang dikirim serta dilakukan oleh badan pemberi dana untuk memutuskan
pemberian dana bantuan. Peer review ini bertujuan untuk
membuat pengarang memenuhi standar disiplin ilmu yang mereka kuasai dan standar
keilmuan pada umumnya. Publikasi dan penghargaan yang tidak melalui peer
review ini mungkin akan dicurigai oleh akademisi dan profesional pada
berbagai bidang. Bahkan, pada jurnal ilmiah terkadang ditemukan kesalahan,
penipuan ( fraud ) dan sebagainya yang dapat mengurangi
reputasi mereka sebagai penerbit ilmiah yang terpercaya.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 2008 (PP 60/2008) tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP),
dalam rangka menjaga mutu hasil pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
(APIP) antara lain harus memenuhi dua hal, yaitu adanya standar audit dan
pedoman telaahan sejawat (peer review).
PP 60/2008 pasal 55 ayat 1
menyebutkan bahwa untuk menjaga mutu hasil audit aparat pengawasan intern
pemerintah, secara berkala dilakukan telaahan sejawat. Selanjutnya dalam
penjelasan PP 60/2008 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “telaahan sejawat”
adalah kegiatan yang dilaksanakan unit pengawas yang ditunjuk guna mendapatkan
keyakinan bahwa pelaksanaan kegiatan audit telah sesuai dengan standar audit.
Tujuan kajian ini adalah untuk
memperoleh kejelasan mengenai pengertian peer review dan beberapa
praktik pelaksanaannya. Hasil kajian ini diharapkan dapat digunakan oleh
organisasi profesi auditor sebagai acuan dalam penyusunan pedoman telaahan
sejawat (peer review) APIP.
Dari studi literatur/peraturan yang
terkait dan masukan dari berbagai narasumber, baik intern maupun ekstern BPKP,
diperoleh simpulan sebagai berikut :
1. Peer
review(telaahan sejawat) dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan
pengujian dan review yang dilaksanakan oleh rekan sejawat yang setara
guna mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa organisasi audit yang di review
telah patuh terhadap sistem pengendalian mutu dan pelaksanaan kegiatan audit
telah sesuai dengan standar audit yang berlaku.
2.
Periode waktu dilakukannya peer review APIPminimal tiap tiga tahun
sekali atau periode waktu lain yang disepakati oleh Organisasi Profesi Auditor
di Indonesia setelah mempertimbangkan lingkup dan kompleksitasnya.
3.
Terdapat beberapa persyaratan yang perlu ditetapkan untuk pelaksanaan peer
review APIP sebagaimana di mandatkan dalam PP 60 tahun 2008, antara
lain:
(1) Adanya
organisasi profesi yang merupakan asosiasi bagi APIP.
(2) APIP merupakan
anggota organisasi profesi auditor.
(3) Dilakukan oleh
rekan sejawat yang setara, yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang
minimal sama.
(4) Adanya standar
audit yang diterbitkan oleh organisasi profesi auditor.
(5) Adanya Sistem
Kendali Mutu di setiap APIP yang diwajibkan oleh organisasi profesi auditor.
(6) Adanya Pedoman
Peer review audit yang dibuat oleh organisasi profesi auditor.
4.
Persyaratan/kualifikasi minimal yang perlu diperhatikanagar dapat menjadi pe- reviewyaitu:
(1) Mempunyai
sertifikasi sebagai auditor/setifikasi peer review
(2) Menjadi
anggota aktif organisasi profesi yang bersangkutan
(3) Mempunyai
kedudukan yang setara untuk bidang audit
(4) Berpengalaman
minimal 5 tahun sebagai auditor
(5) Mempunyai
pengetahuan terkini mengenai hal-hal yang akan di-review
Pernyataan pendapat atau opini yang
relevan untuk diberikan atas kepatuhan APIP terhadap sistem kendali mutu dan
standar audit adalah full compliance, satisfactory compliance dan
non compliance.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar