BAB 3 Ethical
Governance
1. Governance System
1.
Memahami Sistem Pemerintahan
Sistem pemerintahan Istilah adalah kombinasi dari dua kata, yaitu: "sistem" dan "pemerintah". Berarti sistem secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional antara bagian-bagian dan hubungan fungsional dari keseluruhan, sehingga hubungan ini menciptakan ketergantungan antara bagian-bagian yang hasil jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhan.
Sistem pemerintahan Istilah adalah kombinasi dari dua kata, yaitu: "sistem" dan "pemerintah". Berarti sistem secara keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsional antara bagian-bagian dan hubungan fungsional dari keseluruhan, sehingga hubungan ini menciptakan ketergantungan antara bagian-bagian yang hasil jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhan.
Pemerintahan dalam arti luas
memiliki pemahaman bahwa segala sesuatu yang dilakukan dalam menjalankan
kesejahteraan negara dan kepentingan negara itu sendiri.
Menurut Moh. Mahfud MD adalah
pemerintah negara bagian sistem dan mekanisme kerja koordinasi atau hubungan
antara tiga cabang kekuasaan yang legislatif, eksekutif dan yudikatif (Moh.
Mahfud MD, 2001: 74).
2.
Jenis Sistem Pemerintahan
Ada beberapa sistem pemerintahan diadopsi oleh negara-negara di dunia, seperti sistem yang sering dianut oleh negara demokrasi adalah sistem sistem presidensial dan parlementer.
Ada beberapa sistem pemerintahan diadopsi oleh negara-negara di dunia, seperti sistem yang sering dianut oleh negara demokrasi adalah sistem sistem presidensial dan parlementer.
Dalam studi ilmu ilmu pengetahuan dan politik itu
sendiri mengakui adanya tiga sistem pemerintahan: Presiden, Parlemen, dan
referendum.
a) Presiden Sistem
Dalam sistem presidensial secara umum dapat disimpulkan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan (eksekutif).
2. Pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Dalam sistem presidensial secara umum dapat disimpulkan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan (eksekutif).
2. Pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen (DPR).
Pemerintah dan parlemen memiliki
status yang sama.
3. Eksekutif dan Legislatif sama-sama kuat.
4. Ditunjuk menteri dan bertanggung jawab kepada Presiden.
5. Kepemilikan Presiden dan Wakil Presiden, seperti 5 tahun
3. Eksekutif dan Legislatif sama-sama kuat.
4. Ditunjuk menteri dan bertanggung jawab kepada Presiden.
5. Kepemilikan Presiden dan Wakil Presiden, seperti 5 tahun
b) Sistem Parlemen
Sedangkan sistem parlementer prinsip-prinsip atau karakteristik adalah sebagai berikut:
1. Kepala negara tidak terletak sebagai kepala pemerintahan karena ia lebih merupakan simbol nasional.
2. Pemerintah dilakukan oleh Kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri.
3. Lebih lemah dari parlemen eksekutif posisi.
4. Kabinet bertanggung jawab kepada Parlemen dan dapat dipaksakan melalui pemungutan suara parlemen.
Sedangkan sistem parlementer prinsip-prinsip atau karakteristik adalah sebagai berikut:
1. Kepala negara tidak terletak sebagai kepala pemerintahan karena ia lebih merupakan simbol nasional.
2. Pemerintah dilakukan oleh Kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri.
3. Lebih lemah dari parlemen eksekutif posisi.
4. Kabinet bertanggung jawab kepada Parlemen dan dapat dipaksakan melalui pemungutan suara parlemen.
c) Sistem referendum
Dalam sistem referendum badan eksekutif merupakan bagian dari legislatif. Lembaga eksekutif yang merupakan bagian dari badan legislatif adalah badan legislatif pekerja. Sistem ini berarti bahwa badan legislatif untuk membentuk sub di dalamnya sebagai tugas pemerintah. Pengendalian legislatif dalam sistem ini dilakukan secara langsung oleh rakyat melalui lembaga referendum.
Dalam sistem referendum badan eksekutif merupakan bagian dari legislatif. Lembaga eksekutif yang merupakan bagian dari badan legislatif adalah badan legislatif pekerja. Sistem ini berarti bahwa badan legislatif untuk membentuk sub di dalamnya sebagai tugas pemerintah. Pengendalian legislatif dalam sistem ini dilakukan secara langsung oleh rakyat melalui lembaga referendum.
2. Budaya Etika
Setiap
negara memilki budaya yang berbeda-beda dan dalam setiap budaya biasanya
memiliki keunikan tersendiri. Budaya tidak hanya soal seni, tapi budaya juga
diterapkan dalam etika. Budaya etika yang baik akan menghasilkan hal yang baik
pula. Tidak hanya dalam kehidupan bermasyarakat namun, budaya etika juga harus
diterapkan dalam berbagai bidang misalnya bisnis. Budaya etika tetap harus
mengacu pada norma-norma yang ada sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh
individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah
dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Budaya sesungguhnya tumbuh karena diciptakan dan
dikembangkan oleh individu-individu yang bekerja dalam suatu organisasi dan
diterima sebagai nilai-nilai yang harus dipertahankan dan diturunkan kepada
setiap anggota baru. Nilai-nilai tersebut digunakan sebagai pedoman bagi setiap
anggota selama mereka berada dalam lingkungan organisasi tersebut dan dapat
dianggap sebagai ciri khas yang membedakan sebuah organisasi dengan yang
lainnya. Harus disadari bahwa kita masih hidup dalam sebuah kultur yang di
dalam ada etika, ada norma, sopan santun, dan tata krama, maka secara umum
bahwa semua nilai-nilai itu adalah sesuatu yang luhur dalam mengatur hidup
kita. Manfaat dari berbudaya etika dalam berbisnis:
a. mampu memecahkan masalah intern
b. mampu memecahkan masalah ekstern
c. mampu memiliki daya saing
d. mampu hidup jangka panjang
3. Mengembangkan struktur Etika
Korporasi
Struktur etika korporasi yang dimiliki perusahaan
sebaiknya disesuaikan dengan kepribadian perusahaan tersebut. Selain itu perlu
adanya pengembangan serta evaluasi yang dilakukan perusahaan secara rutin.
Pengembangan struktur etika korporasi ini berguna dalam mencapai tujuan
perusahaan yang lebih baik dan sesuai dengan norma yang ada.
Selain itu, Membangun entitas korporasi dan
menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke
dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas
korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang
berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para
pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati
nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang
beretika dan mempunyai hati, tidak hanya mencari untung belaka, tetapi juga
peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang
berkepentingan (stakeholders).
4.
Kode Perilaku Korporasi (Corporate Code of Conduct)
Kode perilaku korporasi (corporate code of conduct)
merupakan pedoman yang dimiliki setiap perusahaan dalam memberikan
batasan-batasan bagi setiap karyawannya untuk menetapkan etika dalam perusahaan
tersebut. Kode perilaku korporasi yang dimiliki suatu perusahaan berbeda
dengan perusahaan lainnya, karena setiap perusahaan memiliki kebijakan yang
berbeda dalam menjalankan usahanya. Di dalam Perilaku korporatif, peran
pemimpin sangat penting, antara lain, sebagai:
1) First Adapter, penerima dan
pelaksana pertama dari budaya kerja,
2) Motivator, untuk mendorong insan
organisasi/korporasi melaksanakan budaya kerja secara konsisten dan konsekuen,
3) Role Model, teladan bagi
insan korporasi terhadap pelaksanaan Budaya Kerja, dan
4) Pencetus dan pengelola strategi , dan
program budaya kerja sesuai kebutuhan korporasi.
Setiap
perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate values) yang
menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya. Untuk dapat
merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya, perusahaan harus
memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ perusahaan dan semua
karyawan. Pelaksanaan etika bisnis yang berkesinambungan akan membentuk budaya
perusahaan yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai perusahaan. Nilai-nilai
dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan lebih
lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan diterapkan.
5. Evaluasi terhadap Kode
Perilaku
KorporasiEvaluasi terhadap kode perilaku korporasi dapat
dilakukan dengan melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan
penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan
bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005. Evaluasi
sebaiknya dilakukan secara rutin sehingga perusahaan selalu berada dalam
pedoman dan melakukan koreksi apabila diketahui terdapat kesalahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar