Proposal Penelitian:
PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP KUALITAS LABA DAN NILAI PERUSAHAAN
(Studi pada Perbankan Syari’ah di Indonesia Tahun 2010-2012)
 Latar Belakang Masalah
Penelitian ini membahas tentang pengaruh Good Corporate Governance (GCG)
 terhadap kualitas laba dan nilai perusahaan. Penelitian ini penting 
karena tujuan utama didirikannya suatu perusahaan adalah untuk 
meningkatkan nilai perusahaan dan memperoleh laba.  Keberhasilan 
perusahaan dapat dilihat dari tingkat pencapaian tujuan perusahaan. Oleh
 karena itu, perusahaan akan selalu mengusahakan agar jumlah laba yang 
diperoleh terus meningkat dari tahun ke tahun. Laba merupakan salah satu
 aspek penting untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan, maka laba 
harus dikelola dengan baik.
 Dunia usaha semakin berkembang pada setiap perusahaan, baik bergerak di
 bidang jasa, perdagangan maupun manufaktur yang selalu berhadapan 
dengan masalah pengelolaan perusahaan dan pengawasan aktiva. Seiring 
dengan berkembangnya perusahaan, maka kegiatan dan masalah yang dihadapi
 perusahaan akan semakin kompleks sehingga semakin sulit untuk mengawasi
 kegiatan dan operasi perusahaan. Oleh karena itu, semakin besar 
kemunginan untuk terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan kecurangan.  
Masalah-masalah internal yang muncul dalam organisasi merupakan tanda 
bahwa fungsi dalam lembaga tidak dilaksanakan secara taat dan konsisten,
 sehingga dampaknya tata kelola perusahaan tidak dilaksanakan secara 
sehat. Pemicu utama berkembangnya kebutuhan akan praktek tata kelola 
perusahaan yang baik adalah sebagai akibat terjadinya kebangkrutan 
perusahaan-perusahaan  , baik di sektor keuangan maupun non keuangan.
 Di Indonesia terdapat beberapa contoh perusahaan yang mengalami masalah
 tata kelola perusahaan. Salah satunya adalah kasus pembobolan dana 
milik PT Elnusa yang terjadi pada Bank Mega senilai Rp 111 milyar. Kasus
 ini terjadi pada pertengahan April 2011 dengan melibatkan banyak pihak 
termasuk pejabat Bank Mega sendiri. Contoh lainnya adalah kasus Citibank
 yang terjadi pada Maret 2011. Kasus ini bermula ketika pihak Citibank 
mendapat aduan dari 6 tiga nasabahnya terkait dengan dana nasabah yang 
ada di tabungan menghilang. Pihak Citibank melaporkan kejadian tersebut 
kepada pihak polisi. Setelah  dilakukan penyelidikan ternyata terdapat 
pembobolan dana nasabah yang  dilakukan oleh karyawan senior yang 
menjabat sebagai vice president bernama Melinda Dee sekitar Rp 17 
milyar. Pembobolan dana tersebut juga melibatkan  karyawan Citibank yang
 bertugas sebagai teller.
 Kasus ini menunjukkan  bahwa isu utama dari permasalahan yang dihadapi 
adalah terkait dengan persoalan moral dan etika yang kurang baik, 
governance yang buruk, pengawasan yang kurang, dan penegakkan hukum yang
 lemah. Oleh karena itu, peran dari corporate governance tidak bisa 
diabaikan oleh suatu perusahaan. Negara-negara di dunia dituntut untuk 
menerapkan sistem dan paradigma baru dalam pengelolaan bisnis, yaitu 
kegiatan bisnis yang berbasis prinsip-prinsip tata kelola perusahaan 
yang baik.
 Lemahnya penerapan Good Corporate Governance (GCG) sering disebut 
sebagai salah satu penyebab krisis keuangan di negara-negara Asia. Hal 
ini dikarenakan semakin terpisahnya hubungan para pemegang saham dengan 
manajemen, kurangnya transparan perusahaan dalam pelaporan kinerja 
keuangan, semakin tidak terkendalinya pengelolaan dan pengambilan 
keputusan, serta tidak effektifnya komite pengawas. Oleh karena itu, 
perusahaan tidak dapat mencapai tujuan baik jangka pendek maupun jangka 
panjang, yaitu profit dan market value yang maksimal.
 Menurut Newel dan Wilson dalam Purwantini, secara teoritis praktek Good
 Corporate Governance dapat meningkatkan nilai perusahaan, diantaranya 
meningkatkan kinerja keuangan dan mengurangi resiko yang muncul akibat 
tindakan pengelola yang cenderung menguntungkan diri sendiri. Dampak 
dari kurangnya penerapan prinsip-prinsip GCG sangat luas, tidak hanya 
secara perseorangan atau kelembagaan tetapi juga terhadap stabilitas 
ekonomi, seperti yang terjadi di Indonesia saat ini.
 Oleh karena itu penerapan prinsip-prinsip GCG merupakan suatu 
keharusan. Tuntutan penerapan GCG pada lembaga Investasi baik domestik 
maupun manca negara karena diyakini akan menolong perusahaan dan 
perekonomian yang sedang tertimpa krisis untuk bangkit kearah yang lebih
 baik, mampu bersaing, dapat dikelola secara dinamis dan professional.
Bank, BUMN, dan perusahaan publik adalah sebagai tulang punggung 
perekonomian nasional, sehingga menjadi teladan dalam menerapkan 
corporate governance yang efektif. Penerapan corporate governance yang 
efektif pada Bank, BUMN, dan perusahaan publik memberikan gambaran 
kondisi perekonomian, serta menghindari terjadinya krisis dan kegagalan 
serupa di masa depan. Beberapa implementasi GCG antara lain adalah 
sistem pengendalian internal (internal control system), pengelolaan 
resiko, dan etika bisnis yang dituangkan dalam pedoman perilaku 
perusahaan.
Bank Indonesia telah mengeluarkan PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang 
Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum Syariah dan Unit  Usaha Syariah. Latar 
belakang dikeluarkannya PBI ini adalah bahwa pelaksanaan GCG di dalam 
industri perbankan syariah harus memenuhi prinsip syariah. Hal inilah 
yang membedakan GCG antara bank konvensional dengan bank syariah. PBI 
No. 11/33/PBI/2009 menyebutkan bahwa  GCG adalah suatu tata kelola bank 
yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), 
akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), 
profesional (professional), dan kewajaran (fairness).
Penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengaruh pelaksanaan Good 
Corporate Governance terhadap kualitas laba dan nilai perusahaan adalah 
sebagai berikut: Terkait dengan pengaruh Good Corporate Governance  
terhadap nilai perusahaan, penelitian yang ada selama ini menyimpulkan 
hal yang berbeda. Penelitian Titi Purwantini menyimpulkan bahwa terdapat
 pengaruh negatif yang signifikan antara kepemilikan institusional 
dengan nilai perusahaan.  Hasil tersebut didukung oleh penelitian 
Megawati yang menunjukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh 
positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan kepemilikan 
manajerial dan keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap nilai 
perusahaan.  Siallagan dan Machfoedz menyatakan bahwa keberadaan komite 
audit mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang dihitung
 dengan Tobin’s Q. Hal ini memberi bukti bahwa keberadaan komite audit 
dapat meningkatkan efektivitas kinerja perusahaan.  Berbeda dengan 
penelitian Rachmawati dan Triatmoko yang menyimpulkan keberadaan komite 
audit tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Sedangkan hasil penelitian Rachmawati dan Triatmoko menyimpulkan bahwa 
kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial berpengaruh 
terhadap nilai perusahaan.  Berbeda dengan penelitian Mulia Saputra yang
 menemukan bahwa kepemilikan institusi tidak memiliki pengaruh 
signifikan terhadap nilai perusahaan.
Berkaitan dengan kualitas laba, Penelitian Boediono menyimpulkan bahwa 
kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kualitas laba.   
Berbeda dengan peneliatan Fathia Annisa yang menyimpulkan bahwa 
kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap kualitas laba.  
Siallagan dan Machfoedz meneliti pengaruh kepemilikan manajerial dan 
komite audit terhadap kualitas laba yang diukur dengan discretionary 
accrual menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial dan komite audit 
berpengaruh secara positif terhadap kualitas laba.  Berbeda dengan 
penelitian Rachmawati dan Triatmoko yang menyimpulkan bahwa keberadaan 
komite audit tidak berpengaruh terhadap discretionary accrual (kualitas 
laba).
Penelitian ini menduga bahwa perbedaan sampel, waktu penelitian, dan 
variabel independen dalam hal ini mekanisme corporate governance yang 
digunakan bisa jadi mempengaruhi hasil penelitian, sehingga penting 
untuk menguji kembali pengaruh Good Corporate Covernance terhadap 
kualitas laba dan nilai perusahaan.
 Tinjauan Pustaka
  Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Good Corporate 
Governance terhadap kualitas laba dan nilai perusahaan. Variabel 
independen penelitian ini adalah “Good Corporate Governance”, sedangkan 
variabel dependennya adalah,  “kualitas laba” dan “nilai perusahaan”.
 Hasil penelitian terdahulu tentang pengaruh GCG terhadap kualitas laba 
dan nilai perusahaan adalah sebagai berikut: Salah satunya adalah 
penelitian Fathia Annisa. Penelitian tersebut menggunakan enam variabel 
yang dibagi dalam lima variabel independen (kepemilikan institusional, 
ukuran dewan direksi, komisaris independen, dan komite audit), dan satu 
variabel dependen ( kualitas laba). Populasi dalam penelitian Annisa 
adalah pada perusahaan Sektor Keuangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) 
periode 2009-2011. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 71 
perusahaan. Dari keseluruhan populasi perusahaan sektor keuangan yang 
terdaftar di BEI, ada 28 perusahaan yang tidak memenuhi kriteria, 
sehingga hanya 43 perusahaan yang dijadikan sampel.
 Analisis data menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian 
menunjukkan bahwa Pengaruh kepemilikan institusional terhadap kualitas 
laba tidak berpengaruh secara signifikan dengan nilai t-hitung = 1,574 
dan p value = 0,118. Dengan memperhatikan syarat: t-hitung (1,574)  
0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa h0 diterima dan h4 ditolak. 
Sedangkan pengaruh komite audit terhadap kualitas laba tidak berpengaruh
 signifikan terhadap dengan nilai t-hitung = -0,422 dan p value = 0,674.
 Dengan memperhatikan syarat : t-hitung (-0,422)  0,05, maka dapat ambil
 kesimpulan bahwa h0 diterima dan h2 ditolak.
 Sedangkan penelitian terdahulu tentang pengaruh GCG terhadap nilai 
perusahan salah satunya dilakukan oleh Titi Purwanti. Penelitian 
tersebut menggunakan empat variabel yang dibagi dalam tiga variabel 
independen (kepemilikan institusional, independensi dewan komisaris, dan
 Struktur kepemilikan terkonsentrasi), dan satu variabel dependen ( 
nilai perusahaan). Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah 
perusahaan Manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia. Sampel yang 
digunakan berjumlah 100 perusahaan. Penentuan sampel adalah dengan 
menggunakan metode purposive sampling. Data yang digunakan dalam 
penelitian tersebut adalah data sekunder laporan keuangan tahunan 
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2005 
sampai 2007. Teknik pengumpulan data dengan studi kepustakaan dan 
dokumentasi dengan metode data pooling.
 Hasil penelitian Titi Purwanti dengan menggunakan uji signifikansi 
partial (uji statistik t) dengan variabel independen kepemilikan 
institusional dan variabel dependen nilai perusahaan (Tobins’ Q) adalah 
terdapat pengaruh negatif yang signifikan antara kepemilikan 
institusional dengan nilai perusahaan dengan nilai t = 21,185 yang lebih
 besar dar 2 atau dari t tabel dengan taraf signifikansi lebih kecil 
dari 0,05 yaitu 0,000.
 Penelitian terdahulu sebagaimana yang telah disebutkan diatas menguji 
variabel independen dengan proksi beberapa mekanisme GCG yang 
berbeda-beda. Selain itu sampel dalam penelitian terdahulu sebagian 
besar adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Untuk 
membedakan dengan penelitian terdahulu, maka  penelitian ini akan 
menguji pengaruh GCG terhdap kualitas laba dan nilai perusahaan dengan 
variabel independennya adalah komite audit, kepemilikan institusional, 
dan kepemilikan manajerial. Sampel yang akan digunakan dalam penelitian 
ini adalah perusahaan perbankan syari’ah di Indonesia.
 Landasan Teori
 Mekanisme Good Corporate Governance
 Ada empat mekanisme Corporate Governance yang dipakai dalam penelitian 
ini yang bertujuan untuk mengurangi konflik keagenan, yaitu kepemilikan 
institusional, kepemilikan manajerial, dan komite audit.
 Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional merupakan saham perusahaan yang dimiliki oleh 
institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi 
dan kepemilikan institusi lain). Investor institusional sering disebut 
sebagai investor yang canggih (sophisticated) sehingga seharusnya lebih 
dapat menggunakan informasi periode sekarang dalam memprediksi laba masa
 depan dibanding investor non instusional. Investor institusional 
diyakini mampu memonitor tindakan manajer dengan lebih baik dibanding 
dengan investor individual. Kepemilikan institusional yang tinggi akan 
meningkatkan pengelolaan laba tetapi jika pengelolaan laba yang 
dilakukan perusahaan bersifat oportunis maka kepemilikan institusional 
yang tinggi akan mengurangi manajemn laba.
 Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan saham yang besar dari segi nilai ekonomisnya memiliki 
insentif untuk memonitor. Secara teoritis ketika kepemilikan manajemen 
rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku 
oportunistik manajer akan meningkat. Kepemilikan manajemen terhadap 
saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan 
kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen. Sehingga 
permasalahan keagenen diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer 
adalah juga sekaligus sebagai seorang pemilik.
 Komite Audit
Komite audit bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keuangan, 
mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal 
(termasuk audit internal). Hal ini dapat mengurangi sifat opportunistic 
manajemen yang melakukan manajemen laba (earnings management). Oleh 
karena itu, komite audit dapat mengurangi aktivitas earning management 
yang selanjutnya akan mempengaruhi kualitas pelaporan keuangan yang 
salah satunya adalah kualitas laba.
 Teori agensi
 Dasar yang digunakan untuk memahami corporate governance adalah 
perspektif hubungan keagenan. Teori keagenan mengatakan, jika antar 
pihak principal (pemilik) dan agen (manajer) memiliki kepentingan yang 
berbeda, muncul konflik yang dinamakan konflik keagenan (agency 
conflict). Pemisahan fungsi antara pemilik dan manajemen ini memiliki 
dampak negatif yaitu keleluasaan manajemen (pengelola) perusahaan untuk 
memaksimalkan laba. Hal ini akan mengarah pada proses memaksimalkan 
kepentingan manajemen sendiri dengan biaya yang harus ditanggung oleh 
pemilik perusahaan. Kondisi ini terjadi karena asymmetry information 
antara manajemen dan pihak lain yang tidak memiliki sumber dan akses 
yang memadai untuk memperoleh informasi yang digunakan untuk memonitor 
tindakan manajemen .
 Konflik keagenan yang mengakibatkan adanya sifat opportunistic 
manajemen akan mengakibatkan rendahnya kualitas laba. Rendahnya kualitas
 laba akan dapat membuat kesalahan pembuatan keputusan kepada para 
pemakainya seperti para investor dan kreditor, sehingga nilai perusahaan
 akan berkurang.   Berdasarkan teori keagenan, permasalahan tersebut 
dapat diatasi dengan adanya Good Corporate Governance.
 Nilai Perusahaan
Tujuan utama perusahaan adalah untuk memaksimumkan nilai perusahaan. 
Nilai perusahaan merupakan sebuah nilai yang bersedia dibayarkan oleh 
investor atas perusahaan apabila perusahaan tersebut dijual. Nilai 
perusahaan mencerminkan nilai aset yang dimiliki oleh perusahaan. Dengan
 nilai perusahaan yang tinggi maka diharapkan kesejahteraan pemegang 
saham terpenuhi.
Nilai  perusahaan adalah present value dari cash flow yang diharapkan 
dan discount rate pengembalian yang mencerminkan baik risiko perusahaan 
dan pendanaan yang campuran. Manajemen perusahaan berusaha mewujudkan 
nilai perusahaan yang tinggi karena dengan nilai perusahaan yang tinggi,
 maka kemakmuran pemegang saham terwujud.
 Profitabilitas
Perusahaan didirikan untuk memenuhi tujuan perusahaan yaitu untuk 
memaksimalkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan mencerminkan kemakmuran
 pemilik perusahaan. Salah satu factor yang mempengaruhi nilai 
perusahaan adalah profitabilitas. Profitabilitas adalah kemampuan 
perusahaan untuk menghasilkan laba. Profitabilitas adalah hasil akhir 
dari sejumlah kebijakan dan keputusan manajemen perusahaan.
Sedangkan menurut Saidi profitablilitas adalah kemampuan perusahaan 
dalam memperoleh laba. Jadi dari pendapat ahli diatas yaitu 
profitabilitas adalah hasil kegiatan manajemen perusahaan yang diukur 
dengan kemampuan perusahaan menghasilkan laba.
Menurut Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan 
paragraf 17 bahwa informasi mengenai kinerja perusahaan, terutama 
profitabilitas, diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya
 ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan. Selain itu, informasi 
kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam 
menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada.
 Kualitas Laba
Laba merupakan informasi utama yang disajikan dalam laporan keuangan, 
sehingga angka-angka dalam laporan keuangan, menjadi hal krusial yang 
mesti harus dicermati oleh pemakai laporan keuangan. Laba merupakan 
indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja operasional 
perusahaan yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Informasi tentang 
laba mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan 
operasi yang ditetapkan. Baik kreditur maupun investor, menggunakan laba
 untuk mengevaluasi kinerja manajemen, memperkirakan earnings power, dan
 untuk memprediksi laba di masa yang akan datang.
Kualitas laba adalah laba yang secara benar dan akurat menggambarkan 
profitabilitas operasional perusahaan. Laba akuntansi berdasar akrual 
memunculkan isu tentang kualitas laba, karena laba dari proses akuntansi
 akrual potensial menjadi objek perekayasaan laba (earning management). 
Beberapa teknik manajemen laba (earnings management) dapat mempengaruhi 
laba yang dilaporkan oleh manajemen. Praktik manajemen laba akan 
mengakibatkan kualitas laba yang dilaporkan menjadi rendah. Earnings 
dapat dikatakan berkualitas tinggi apabila earnings yang dilaporkan 
dapat digunakan oleh para pengguna (users) untuk membuat keputusan yang 
terbaik, dan dapat digunakan untuk menjelaskan atau memprediksi harga 
dan return saham.
 Pengembangan Hipotesis
 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan
Dalam hubungannya dengan fungsi monitor, investor institusional diyakini
 memiliki kemampuan untuk memonitor tindakan manajemen lebih baik 
dibandingkan investor individual. Kepemilikan institusional yang tinggi 
akan meningkatkan pengelolaan laba tetapi jika pengelolaan laba yang 
dilakukan perusahaan bersifat oportunis maka kepemilikan institusional 
yang tinggi akan mengurangi manajemn laba.
Hasil penelitian Boediono menyimpulkan bahwa kepemilikan institusional 
berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Berkaitan dengan nilai 
perusahaan, hasil penelitian Megawati , Rachmawati dan Triatmoko, dan 
Purwantini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh 
positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat diajukan adalah:
H1: Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kualitas 
laba.
H2: Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan
Secara teoritis ketika kepemilikan manajemen rendah, maka insentif 
terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan 
meningkat.  Jadi semakin besar kepemilikan manajemen dalam perusahaan 
maka manajemen akan cenderung berusaha untuk meningkatkan kinerjanya.
Hasil penelitian Siallagan dan Machfoedz menyimpulkan  bahwa kepemilikan
 manajerial berpengaruh secara positif terhadap kualitas laba yang 
diukur dengan discretionary accrual. Berkaitan dengan nilai perusahaan, 
hasil penelitian  Rachmawati dan Triatmoko menyimpulkan bahwa 
kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat diajukan adalah:
H1: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kualitas laba.
H2: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
 Pengaruh Komite Audit Terhadap Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan
Komite audit dapat mengurangi aktivitas earning management yang 
selanjutnya akan mempengaruhi kualitas pelaporan keuangan, yang salah 
satunya adalah kualitas laba. Siallagan dan Machfoedz menyatakan bahwa 
keberadaan komite audit mempunyai pengaruh positif terhadap nilai 
perusahaan dan kualitas laba. Hal ini memberi bukti bahwa keberadaan 
komite audit dapat meningkatkan efektivitas kinerja perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat diajukan adalah:
H1: Komite audit berpengaruh positif terhadap kualitas laba.
H2: Komite audit berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
 Metode Penelitian
 Jenis Penelitian
 Menurut tujuan penelitian, jenis penelitian ini adalah penelitian 
induktif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan 
teori atau hipotesis melalui pengungkapan fakta.
 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Bank Umum Syariah yang 
beroperasi di Indonesia dari tahun 2010-2012. Untuk kepentingan analisis
 data, sampel dipilih dengan metode purposive sampling dengan kriteria 
sebagai berikut:
 Menerbitkan laporan tahunan dan laporan GCG periode 2010-2012.
 Isi laporan GCG periode 2010-2012 yang dipublikasikan 
sekurang-kurangnya meliputi hal-hal yang wajib diungkapkan oleh BUS 
sesuai pasal 62 PBI No. 11 Tahun 2009.
Jenis dan Sumber Data
 Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan 
tahunan perusahaan periode 2010-2012, laporan GCG perusahaan periode 
2010-2012, dan data statistik Bank Indonesia. Data bersumber dari 
website resmi perusahaan dan website Bank Indonesia.
Teknik Pengumpulan Data
 Data dikumpulkan dengan teknik dokumentasi, yaitu suatu teknik 
pengumpulan data melalui pencatatan dan memanfaatan data dari instansi 
penelitian yang berupa arsip dan laporan-laporan yang berkaitan dengan 
permasalahan.
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
 Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah Good Corporate 
Governance. Dalam mekanisme GCG diwakili oleh empat sifat elemen 
mekanisme GCG yaitu
Kepemilikan Institusional (X1)
 Kepemilikan Institusional (Institutional Ownership) diukur dengan 
natural logarithma dari prosentase saham yang dimiliki institusi dibagi 
dengan jumlah saham yang beredar.
Kepemilikan Manajerial (X2)
  Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh pihak manajemen, 
dimana manajer bertindak sebagai pengelola dan pemilik perusahaan. 
Pengukuran kepemilikan manajerial melalui persentase jumlah saham yang 
dimiliki manajemen terhadap keseluruhan saham perusahaan. Kepemilikan 
manajerial= jumlah saham manajerial / total saham yang beredar.
Komite Audit (X3)
  Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk 
melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite 
audit di ukur dengan jumlah total komite audit.
Variabel dependen
 Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas laba dan nilai 
perusahaan. Kualitas laba dapat diukur dengan menggunakan Earnings 
Response Coefficient (ERC). ERC adalah hubungan regresi antara laba yang
 dilaporkan dengan return saham. Indikator yang digunakan adalah 
koefisien regresi antara Market Adjusted
Return dan Earning per Share 
yang dibagi dengan harga saham.
 Sedangkan nilai perusahaan dapat diukur dengan menggunakan Tobin’Q yang
 diberi simbol Q. Tobin’s Q merupakan salah satu dari beberapa jalur 
other asset channel yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam 
mempengaruhi perekonomian khususnya dalam mencapai sasaran akhir dari 
kebijakan moneter. Tobin’s Q Model dihitung dengan menggunakan formula 
sebagai berikut:
Q=(EMV+D)/(EBV+D)
Dimana Q  : nilai perusahaan
  EMV  : nilai pasar equitas (equity Market value)
  D  : nilai buku dari total hutang
  EBV  : nilai buku dari total aktiva (Equity Book Value),equity
  Market Value (EMV) diperoleh dari hasil perkalian harga saham 
penutupan (Closing Price) akhir tahun denganJumlah saham yang beredar 
pada akhir tahun.
Teknik Analisis Data
 Uji Asumsi Klasik
 Sebelum dilakukan pengujian hipotesis teori, terlebih dahulu dilakukan 
pengujian asumsi klasik untuk memenuhi sifat dari estimasi regresi yang 
bersifat BLUES (Best Linier Unbiased Estimator) yang meliputi :
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, 
variable dependen dan variabel independen mempunyai distribusi normal 
atau tidak. Model regresi yang baik memiliki distribusi data normal atau
 mendekati normal. Untuk menguji apakah distribusi data normal atau 
tidak digunakan uji Kolmogorof Smirnov test . Apabila nilai Kolmogorof 
Smirnov Z mendekati 1 dengan Signifikansi asimetris 2 ekor lebih besar 
dari 0,05 berarti data terdistribusi normal dan sebaliknya apabila nilai
 Kolmogorof Smirnov Z mendekati 0 dengan Signifikansi asimetris 2 ekor 
lebih kecil dari 0,05 berarti distribusi data tidak normal.
Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi 
antara serangkaian observasi yang menurut waktu (time series) atau 
secara silang ruang (cross sectional). Hal ini mempunyai arti bahwa 
hasil yang dicapai dipengaruhi oleh waktu dan tempat observasi. Model 
regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Uji 
autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson, 
dimana hasil pengujian ditentukan berdasarkan nilai Durbin-Watson. 
Kriteria yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya gejala 
autokorelasi sebagai berikut.
Kriteria Autokorelasi Durbin-Watson
DW KESIMPULAN
2,586  Ada autokorelasi positif
Tanpa kesimpulan
Tidak ada autokorelasi
Tanpa kesimpulan
Ada autokorelasi negatif
Uji Heteroskedastisitas
 Gejala heteroskedastisitas terjadi sebagai akibat dari variasi residual
 yang tidak sama pada semua observasi. Jika Varian dari satu observasi 
ke observasi lain lain tetap maka disebut homoskedastisitas. Model 
regresi yang baik adalah homokedastisitas atau tidak terjadi 
heteroskedastisitas. Pengujian dilakukan dengan 2 cara, yang pertama 
dengan Uji Park dengan kriteria pegujian membandingkan antara nilai t 
hitung dengan t tabel. Homoskedastisitas ditunjukkan apabila t hitung 
variabel independen lebih kecil dari t tabel. Yang kedua dengan grafik 
Scatterplot. Apabila tidak terjadi penyebaran data dimana titik-titik 
data terletak diatas dan dibawah angka 0 maka itu berarti 
homokedastisitas sebaliknya bila titik-titik data menyebar maka terjadi 
heteroskedastisitas
 Uji Multikolinearitas.
 Uji Multikolinieritas dimaksudkan untuk menguji apakah terdapat 
korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya 
tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel 
independen saling berkorelasi maka variabel-variabel ini tidak 
ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai 
korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk 
mendeteksi ada tidaknya multikolineritas dalam model regresi dapat 
dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflation Faktor (VIF). Nilai 
cutoff yang umum digunakan adalah nilai tolerance10.
 Uji hipotesis dilakukan menggu-nakan model multiple regression (regresi berganda)
 Metode ini digunakan untuk menjelaskan pola hubungan antara variabel 
independen yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan 
komite audit dengan variabel dependen yaitu nilai perusahaan.
 Menguji pengaruh GCG terhadap nilai perusahaan persamaan garis regresinya adalah :
Y1 = a+ b1X1+ b2X2+ b3X3 + e
Dimana :  Y1= nilai perusahaan
   a= konstanta
  b1,b2,b3= koeffisien kepemilikan institusional, koeffisien    kepemilikan manajerial dan koefisien komite audit
   X1,X2,X3= variabel kepemilikan institusional, variabel     kepemilikan manajerial dan komite audit
  e = Error
 Menguji pengaruh GCG terhadap kualitas laba persamaan garis regresinya adalah:
Y1 = a+ b1X1+ b2X2+ b3X3 + e
Dimana :  Y1= kualitas laba
   a= konstanta
  b1,b2,b3= koeffisien kepemilikan institusional, koeffisien    kepemilikan manajerial dan koefisien komite audit
   X1,X2,X3= variabel kepemilikan institusional, variabel     kepemilikan manajerial dan komite audit
  e = Error
 Uji t Statistik
 Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu 
variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan 
variasi variable dependen. Uji t dapat dilakukan dengan melihat nilai 
probabilitas signifikansi t masing-masing variabel yang terdapat pada 
output hasil regresi menggunakan SPSS. Jika nilai probabilitas 
signifikansi t lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa ada pengaruh 
antara variabel independen dengan variabel dependen.
Uji F statistik
 Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variable 
independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh 
secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat. Ketentuan 
yang digunakan dalam uji F adalah sebagai berikut:
 Jika F hitung lebih besar dari F tabel atau probabilitas lebih kecil 
dari tingkat signifikansi (Sig.  0,05), maka model penelitian tidak 
dapat digunakan atau model tersebut tidak tepat.
 Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut tabel. 
Jika nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel, maka model 
penelitian sudah tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Progam SPSS,  Edisi  3. Semarang: EKONISIA.
Wahyudi, Moh, Zarkasyi. 2008. Good Corporate Governance Pada Badan Usaha
   Manufaktur, Perbankan, dan Jasa Keuangan. Bandung:  ALFABETA.
Pinto Atami, Aulia. Pengaruh Diversifikasi dan Good Corporate Governance
  Terhadap Nilai  Perusahaan yang Dimediasi Oleh Profitabilitas Pada  
Sektor Manufaktur di BEI tahun  2007-2011.
Purwantini, Titi. Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Nilai  Perusahaan dan Kinerja Keuangan Perusahaan.
Megawati, Pengaruh Good Corporate Governance, Leverage, dan Manajemen Laba
 Saputra, Mulia.  Pengaruh Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan  di Bursa Efek  Indonesia, Jakarta.
Siallagan, Hamonangan dan Mas’ud Machfoedz. 2006. Mekanisme Corporate  
Governance,  Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan, Simposium Nasional  
Akuntansi IX,  Padang.
Dwi Hastuti, Theresia. 2005.  Hubungan antara Good Corporate Governance 
dan  Struktur Kepemilikan Dengan Kinerja Keuangan, SNA VIII Solo, 15–16 
 September  2005.
Annisa, Fathia. Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kualitas 
Laba  (Studi  Empiris pada Perusahaan Sektor Keuangan Yang Terdaftar Di 
 Bursa  Efek Indonesia (Bei)  Periode 2009-2011).
Enggar Dan Riduwan, Pengaruh Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan:
 Kualitas Laba Sebagai Variabel Intervening.
Rachmawati, Andri  dan Hanung Triatmoko. 2007. Analisis Faktor-Faktor 
yang  Mempengaruhi Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan , Simposium 
Nasional  Akuntansi  X,  Unhas Makassar 26-28 Juli.
SB, Gideon Boediono. 2005. Kualitas Laba : Studi Pengaruh Mekanisme 
Corporate  Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan 
Analisis  Jalur. Simposium Nasional Akuntansi VIII : 172-194.
PBI N0. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum Syariah  dan  Unit Usaha Syariah pasal 1 ayat 10
Repository.unhas.ac.id/bitstream ( diakses pada tanggal 24 April 2013, pukul 21.02)
Rabu, 22 Januari 2014
ETIKA DALAM AKUNTANSI KEUANGAN DAN AKUNTANSI MANAJEMEN
Etika Dalam Akuntansi Keuangan Dan Manajemen
Akuntan manajemen mempunyai peran
penting dalam menunjang tercapainya tujuan perusahaan, dimana tujuan tersebut
harus dicapai melalui cara yang legal dan etis, maka paraakuntan manajemen
dituntut untuk bertindak jujur, terpercaya, dan etis (Anshori,2002). Dalam
hubungannya dengan kesadaran etika, disebutkan bahwa masalah ini seringmencuat
sebagai salah satu persoalan yang sering menghinggapi akuntan lokal. Menurut
SriMulyani seperti dikutip dari Islahuddin dan Soesi (2002) menyatakan bahwa
akuntan lokalsudah terbiasa dengan kondisi hitungan seimbang, yang dipaksa
melindungi perusahan klien dari kebobrokan keuangan. Akibatnya dengan adanya
kesadaran etis yang rendah memberigambaran kekurangsiapan akuntan lokal
menghadapi pasar global.Untuk itu perlu lagi bagi para akuntan manajemen maupun
para lulusan jurusanakuntansi yang kelak mengambil profesi sebagai akuntan
akuntan manajemen untuk meninjau standar etika bagi akuntan manajemen yang
dikeluarkan oleh Institute of Management Accountants, agar menampilkan
karakteristik akuntan yang berkualitas dan mampu menjaga profesionalismenya di
era globalisasi ini. Standard Etik Untuk Akuntan Manajemen. (Standars of Ethical
Conduct for Management Accountants).
Competence, Confidentiality, Integrity and Objectivity of
Management Accountant
Ada beberapa standar etika untuk
akuntan manajemen yaitu:
1.     Kompetensi
artinya dia harus memelihara
pengetahuan dan keahlian yang sepantasnya, mengikuti hukum, peraturan dan
standar teknis, dan membuat laporan yang jelas dan lengkap berdasarkan
informasi yang dapat dipercaya dan relevan. 
| 
Akuntansi Kompetensi | 
definisi | |
| 
1 | 
Pengetahuan Profesional | 
§    Menunjukkan
  tingkat mahir keahlian profesional dalam pengetahuan akuntansi agar menjaga
  tetap terkini dengan perkembangan dan tren. Pengetahuan dan kemampuan untuk
  menggunakan teknologi informasi yang berlaku dan sistem untuk memenuhi
  kebutuhan pekerjaan. | 
| 
2 | 
Keuangan monitoring dan analisis | 
§    Dengan
  memantau dan mengumpulkan data untuk menilai akurasi dan integritas kuat
  dalam menganalisis data untuk memastikan kepatuhan dengan standar yang
  berlaku dengan peraturan dan sistem pengendalian internal, menafsirkan dan
  mengevaluasi hasil guna mempersiapkan dokumentasi dan membuat laporan
  keuangan dan/atau presentasi. | 
| 
3 | 
Pengambilan keputusan | 
§    Dengan
  menggunakan pendekatan yang efektif untuk memilih tindakan atau mengembangkan
  solusi yang sesuai untuk mencapai kesimpulan, mengambil tindakan yang
  konsisten dengan fakta-fakta yang tersedia. | 
| 
4 | 
Pengawasan | 
§    Dengan
  menunjukkan sifat disiplin, menetapkan standar kinerja dan mengevaluasi
  kinerja dari karyawan untuk mempertahankan tenaga kerja yang beragam untuk
  mengelola dan memastikan kepatuhan dengan sumber daya manusia kebijakan dan
  prosedur. 
§    Memantau dan
  menilai pekerjaan dengan memberikan umpan balik, memberikan teknis
  pengawasan, mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan karyawan;
  rencana dan dukungan karyawan di peluang pengembangan karir. | 
| 
5 | 
Komunikasi dan keterampilan
  Interpersonal | 
§    Menyampaikan
  informasi kepada perorangan atau kelompok dengan memberikan presentasi yang
  cocok untuk karakteristik dan kebutuhan penonton. 
§    Jelas dan
  ringkas menyampaikan informasi secara lisan atau secara tertulis kepada
  individu atau kelompok untuk memastikan bahwa mereka mengerti informasi dan
  pesan. 
§    Mendengarkan
  dan merespons dengan tepat kepada orang lain. Kemampuan untuk membangun
  hubungan kerja yang efektif yang mendorong keberhasilan organisasi. | 
2.     Confidentiality
mengharuskan
seorang akuntan manajemen untuk tidak mengungkapkan informasi rahasia kecuali
ada otorisasi dan hukum yang mengharuskan untuk melakukan hal tersebut.
Kerahasian harus terdefinisi dengan baik, dan prosedur untuk menjaga
kerahasiaan informasi harus diterapkan secara berhati-hati, khususnya untuk
komputer yang bersifat standalone atau tidak terhubung ke jaringan.
Aspek penting dari kerahasiaan adalah pengidentifikasian atau otentikasi terhadap user.Identifikasi
positif dari setiap user sangat penting untuk memastikan efektivitas dari
kebijakan yang menentukan siapa saja yang berhak untuk mengakses data tertentu
Contohnya:
Access Control Models sangat
berfungsi dalam menentukan jenis kontrol akses yang diperlukan dalam mendukung
kebijakan keamanan. Model akses kontrol ini menyediakan view konseptual dari
kebijakan keamanan. Hal ini akan mengijinkan kita untuk melakukan pemetaan
antara tujuan dan petunjuk dari kebijakan keamanan anda terhadap event yang
spesifik. Proses dari pemetaan ini memungkinkan terbentuknya definisi formal
dan spesifikasi yang diperlukan dalam melakukan kontrol terhadap keamanan.
Singkatnya, access control model memungkinkan untuk memilah kebijakan
keamanan yang kompleks menjadi langkah–langkah keamanan yang lebih sederhana
dan terkontrol. Beberapa model yang berbeda sudah dibangun sampai dengan tahun
ini. Kita akan membahas beberapa model yang dianggap unik pada bagian-bagian
selanjutnya. Kebanyakan penerapan kebijakan keamanan melakukan kombinasi dari
beberapa access control models.
3.     Integrity
adalah
perlindungan terhadap dalam sistem dari perubahan yang tidak terotorisasi, baik
secara sengaja maupun secara tidak sengaja. Integritas mengharuskan untuk
menghindari “conflicts of interest”, menghindari kegiatan yang dapat
menimbulkan prasangka terhadap kemampuan mereka dalam menjunjung
etika. Mereka juga harus menolak pemberian dan hadiah yang dapat
mempengaruhi tindakan mereka. Mereka juga tidak boleh menjatuhkan legitimasi
perusahaan, tetapi harus mengakui keterbatasan profesionalisme mereka,
mengkomunikasikan informasi yang menguntungkan atau merugikan, dan menjauhi
diri dari prilaku yang dapat mendiskreditkan profesi mereka. Seperti halnya
kerahasiaan, integritas bisa dikacaukan oleh hacker, masquerader, 
aktivitas user yang tidak terotorisasi, download file tanpa proteksi, LAN, dan
programprogram terlarang. (contohnya : trojan horse dan virus), karena
setiap ancaman tersebut memungkinkan terjadinya perubahan yang tidak
terotorisasi terhadap data atau program. Sebagai contoh, user yang berhak
mengakses sistem secara tidak sengajamaupun secara sengaja dapat merusak data
dan program, apabila aktivitas mereka didalam sistem tidak dikendalikan
secara baik.
Contoh untuk melindungi dari ancaman
terhadap integritas Memberikan akses dalam kerangka need-to-know basis
Pemisahan tugas(separation of duties) Rotasi tugas
4.     Objectifity
mengharuskan
para akuntan untuk mengkomunikasikan informasi secara wajar dan objektif,
mengungkapan secara penuh (fully disclose) semua informasi relevan yang
diharapkan dapat mempengaruhi pemahaman user terhadap pelaporan, komentar dan
rekomendasi yang ditampilkan. Tujuan dari Akuntansi Manajemen atau dalam bahasa
inggris (Objective of Manajemen Accountan).  Seelum kita membahas
tentang Akuntansi Manajemen. Akuntansi manajemen adalah profesi yang melibatkan
bermitra dalam keputusan manajemen membuat, merancang perencanaan dan kinerja
sistem manajemen, dan menyediakan keahlian dalam melalui laporan keuangan dan
kontrol untuk membantu manajemen dalam perumusan dan implementasi strategi
organisasi
Contoh dan Tujuan
dari praktek Akuntansi Manajemen meluas ke tiga
bidang oleh American Institute of Certified Public Accountants(AICPA)
berikut: 
1.     Manajemen
strategis untuk memajukan peran akuntan manajemen sebagai mitra strategis dalam
organisasi.
2.     Manajemen
kinerja untuk mengembangkan praktek pengambilan keputusan bisnis dan mengelola
kinerja organisasi
3.     Manajemen
risiko untuk berkontribusi untuk kerangka kerja dan praktek untuk
mengidentifikasi, mengukur, mengelola dan melaporkan risiko untuk mencapai
tujuan organisasi.
WHISTLE BLOWING
Merupakan tindakan yang dilakukan
oleh seseorang atau beberapa orang karyawan untuk membocorkan kekurangan yang
dilakukan oleh perusahaan atau atasannya kepada pihak lain, berkaitan dengan
kecurangan yang merugikan perusahaan sendiri maupun pihak lain.
Whistle bowing dibedakan menjadi 2
yaitu :
1.     Whistle
blowing internal
Terjadi ketika seorang karyawan mengetahui
kecurangan yang dilakukan karyawan kemudian melaporkan kecurangan tersebut
kepada atasannya
2.     Whistle
blowing eksternal
Terjadi ketika seorang karyawan
mengetahui kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan lalu membocorkannya kepada
masyarakat karena kecurangan itu akan merugikan masyarakat.
Contoh Kasus : Kasus Mulyana W
Kusuma tahun 2004. Menjabat sebagai sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap
anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan
pengadaan logistic pemilu. Dalam kasus ini ICW melaporkan tindakan Mulyana W
Kusuma kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus
meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode
etik profesi akuntan.
CREATIVE ACCOUNTING
Semua proses dimana beberapa pihak
menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk di dalamnya
standar, teknik, dll) dan menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan
(Amat, Blake dan Dowd, 1999).
Di dalam creative accounting ada pendapat
yang mengatakan creative accounting di bagi dua jenis, yaitu yang legal dan
illegal. Maksud dari legal di sini adalah yang sesuai dengan perundang-undangan
atau sesuai peraturan yang berlaku, sedangkan yang illegal adalah yang
menyalahi peraturan atau perundang-undangan ayang berlaku.
Contoh kasus (Legal) :
Perusahaan PT. ABC lebih menggunakan
metode FIFO dalam metode arus persediaannya. Karena dari sisi FIFO akan
menghasilkan profit lebih besar dibandingkan LIFO, atau Average. Hal ini
dilakukan karenaAsumsi Inflasi Besar. FIFO dapat dianggap sebagai sebuah
pendekatanyang logis dan realistis terhadap arus biaya ketika penggunaan
metodeidentifikasi khusus tidak memungkinkan atau tidak praktis.
FIFO mengasumsikan bahwa arus biaya
yang mendekati parallel dengan arus fisik yang terjual. Beban dikenakan pada
biaya yang dinilai melekat pada barang Jika perusahaan dengan tingkat
persediaan yang tinggi sedang mengalami kenaikan biaya persediaan yang
signifikan, dan kemungkinan tidak akan mengalamipenurunan persediaan di masa
depen, maka LIFO memberikan keuntungan arus kas yang substansial dalam hal
penundaan pajak.
Ini adalah alasan utama dari
penerapan LIFO oleh kebanyakan perusahaan. Bagi banyak perusahaan dengan
tingkat persediaany ang kecil atau dengan biaya persediaan yang datar atau
menurun, maka LIFO hanyamemberikan keuntungan kecil dari pajak. Perusahaan
seperti ini memilih untuk tidak menggunakan LIFO.
FRAUD ( Kecurangan )
Secara umum fraud merupakan suatu
perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam dan atau
luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau
kelompoknya yang secara langsung merugikan pihak lain. Orang awam seringkali
mengasumsikan secara sempit bahwa fraud sebagai tindak pidana atau perbuatan
korupsi.
FRAUD AUDITING ( Kecurangan Audit )
Upaya untuk mendeteksi dan mencegah
kecurangan dalam transaksi-transaksi komersial. Untuk dapat melakukan audit
kecurangan terhadap pembukuan dan transaksi komersial memerlukan gabungan dua
keterampilan, yaitu sebagai auditor yang terlatih dan kriminal investigator.
Contoh Kasus : Committee of
Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO). Penelitian COSO
menelaah hampir 350 kasus dugaan kecurangan pelaporan keuangan oleh
perusahaan-perusahaan publik di Amerika Serikat yang diselidiki oleh SEC.
Diantaranya adalah :
1.     Kecurangan
keuangan memengaruhi perusahaan dari semua ukuran, dengan median perusahaan
memiliki aktiva dan pendapatan hanya di bawah $100juta.
2.     Berita
mengenai investigasi SEC atau Departemen Kehakiman mengakibatkan penurunan
tidak normal harga saham rata-rata 7,3 persen.
3.     Dua
puluh enam persen dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kecurangan
mengganti auditor selama periode yang diteliti dibandingkan dengan hanya 12
persen dari perusahaan-perusahaan yang tidak terlibat.
Sumber : 
PRADHITA SARI
25210352
4EB12
Etika dalam Kantor Akuntan Publik
Etika sangat diperlukan dalam
berbisnis, karena etika merupakan suatu pelengkap utama dari keberhasilan para
pelaku bisnis. Etika yang baik dapat meningkatkan mutu kinerja perusahaan.
Dalam standar pengendalian mutu dapat memberikan panduan bagi kantor akuntan
publik di dalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh
kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh Dewan Standar
Profesional Akuntan Publik dan adanya Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik
yang diterbitkan oleh Kompartemen Akuntan Publik, Ikatan Akuntan Indonesia.
1. Etika Bisnis Akuntan Publik
Aturan Etika Kompartemen Akuntan
Publik Staf Kantor akuntan publik kompeten, profesional, dan objektif serta
akan menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama (due
profesional care). Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di
Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia yang merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang
memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama
anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain itu dengan kode etik akuntan
juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau
masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya
karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam
kode etik profesi.
Ada lima aturan etika yang telah
ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP).
Lima aturan etika itu adalah:
- Indepedensi, integritas, dan
- Standart umum dan prinsip akuntansi
- Tanggung jawab kepada klien
- Tanggung jawab kepada rekan seprofesi
- Tanggung jawab dan praktik lain
2. Tanggung Jawab Sosial Kantor
Akuntan Publik sebagai Entitas Bisnis
Kantor Akuntan Publik memiliki
tanggungjawab sosial sebagai entitas bisnis. Sebagai entitas bisnis milik
publik, kantor harus bertanggungjawab akan segala yang terjadi di dalam entitas
dan memberi laporan secara terbuka kepada publik.Gagasan bisnis kontemporer
sebagai institusi sosial dikembangkan berdasarkan pada persepsi yang menyatakan
bahwa bisnis bertujuan untuk memperoleh laba. Persepsi ini diartikan secara
jelas oleh Milton Friedman yang mengatakan bahwa tanggung jawab bisnis yang
utama adalah menggunakan sumber daya dan mendesain tindakan untuk meningkatkan
laba mengikuti aturan main bisnis. Dengan demikian, bisnis tidak seharusnya
diwarnai dengan penipuan dan kecurangan. Pada struktur utilitarian
diperbolehkan melakukan aktivitas untuk memenuhi kepentingan sendiri. Untuk
memenuhi kepentingan pribadi, setiap individu memiliki cara tersendiri yang
berbeda dan terkadang saling berbenturan satu sama lain. Menurut Smith,
mengejar kepentingan pribadi diperbolehkan selama tidak melanggar hukum dan
keadilan atau kebenaran. Bisnis harus diciptakan dan diorganisasikan dengan
cara yang bermanfaat bagi masyarakat. Sebagai entitas bisnis layaknya
entitas-entitas bisnis lain, Kantor Akuntan Publik juga dituntut untuk peduli
dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk uang dengan jalan
memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi yang artinya pada Kantor
Akuntan Publik juga dituntut akan suatu tanggung jawab sosial kepada
masyarakat. Namun, pada Kantor Akuntan Publik bentuk tanggung jawab sosial
suatu lembaga bukanlah pemberian sumbangan atau pemberian layanan gratis. Tapi
meliputi ciri utama dari profesi akuntan publik terutama sikap altruisme, yaitu
mengutamakan kepentingan publik dan juga memperhatikan sesama akuntan publik
dibanding mengejar laba.
3. Krisis dalam Profesi akuntansi
Tekanan pemaksimalan profit saat ini
membawa profesi akuntan ke dalam krisis. Profesi dituntut untuk melakukan
tindakan dalam berbagai cara yang dapat menciptakan laba tertinggi agar dapat
bersaing dengan iklim persaingan yang semakin ketat. Dala hal ini, seluruh
tindakan yang diambil justru membuat profesi berada dalam kondisi yang membahayakan
dirinya dan dapat dituntut secara hukum. Namun, di pihak lain akuntan dipaksa
untuk tetap bersikap profesional dan dihadapkan pada serangkaian aturan yang
harus ditaati. Akuntan harus tetap bersikap objektif, jujur, adil, tepat,
independen, bertanggung jawab dan berintegritas dala menjalankan tugasnya.
Motivasi untuk berperilaku etis sangat penting karena dengan berperilaku etis
dapat memberikan kontribusi diantaranya keuntungan jangka panjang bagi
perusahaan, integritas personal dan kepuasan bagi pihak yang terlibat dalam
bisnis tersebut, kejujuran dan loyalitas karyawan serta confidence dan
kepuasan pelanggan. Perusahaan seharusnya memperhatikan tanggung jawab
sosial yang bertujuan untuk mereduksi timbulnya aksi sosial yang menolak
keberadaan suatu perusahaan. Berbeda halnya dengan perusahaan yang mementingkan
keuntungan jangka pendek. Perusahaan yang hanya berorientasi pada keuntungan
jangka pendek ini cenderung kurang memperhatikan masalah etika dan integritas.
4. Regulasi dalam rangka Penegakan
Etika Kantor Akuntan Publik
Setiap orang yang melakukan tindakan
yang tidak etis maka perlu adanya penanganan terhadap tindakan tidak etis
tersebut. Tetapi jika pelanggaran serupa banyak dilakukan oleh
anggota masyarakat atau anggota profesi maka hal tersebut perlu
dipertanyakan apakah aturan-aturan yang berlaku masih perlu
tetap dipertahankan atau dipertimbangkan untuk dikembangkan dan
disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan lingkungan.
Secara umum kode etik berlaku untuk
profesi akuntan secara keselurahan kalau melihat kode etik akuntan
Indonesia isinya sebagian besar menyangkut profesi akuntan publik. Padahal
IAI mempunyai kompartemen akuntan pendidik, kompartemen akuntan manajemen
disamping kompartemen akuntan publik. Perlu dipikir kode etik yang
menyangkut akuntan manajemen, akuntan pendidik, akuntan negara (BPKP, BPK,
pajak).
Kasus yang sering terjadi dan
menjadi berita biasannya yang menyangkut akuntan publik. Kasus tersebut
bagi masyarakat sering diangap sebagai pelanggaran kode etik, padahal
seringkali kasus tersebut sebenarnya merupakan pelanggaran standar audit
atau pelanggaran terhadap SAK.
Terlepas dari hal tersebut diatas
untuk dapat melakukan penegakan terhadap kode etik ada beberapa hal yang
harus dilakukan dan sepertinya masih sejalan dengan salah
satu kebijakan umum pengurus IAI periode 1990 s/d 1994yaitu :
1)  Penyempurnaan kode etik
yang ada penerbitan interprestasi atas kode etik yang ada baik sebagai
tanggapan atas kasus pengaduan maupun keluhan dari rekan akuntan atau
masyarakat umum. Hal ini sudah dilakukan mulai dari seminar pemutakhiran
kode etik IAI, hotel Daichi 15 juni 1994 di Jakarta dan kongres ke-7 di
Bandung dan masih terus dansedang dilakukan oleh pengurus komite kode etik saat
ini.
2)  Proses peradilan baik oleh
badan pengawas profesi maupun dewan pertimbangan profesi dan tindak
lanjutnya (peringatan tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian
sebagai anggota IAI).
3)  Harus ada suatu bagian
dalam IAI yang mengambil inisiatif untuk mengajukan pengaduan baik kepada
badan pengawasan profesi atas pelanggaran kode etik meskipun tidak ada
pengaduan dari pihak lain tetapi menjadi perhatian dari masyarakat luas.
Di Indonesia, melalui PPAJP –
Dep. Keu., pemerintah melaksanakan regulasi yang bertujuan melakukan
pembinaan dan pengawasan terkait dengan penegakkan etika terhadap kantor
akuntan publik. Hal ini dilakukan sejalan dengan regulasi yang
dilakukan oleh asosiasi profesi terhadap anggotanya. Perlu diketahui bahwa
telah terjadi perubahan insitusional dalam asosiasi profesi AP. Saat ini,
asosiasi AP berada di bawah naungan Institut Akuntan Publik Indonesia
(IAPI). Sebelumnya asosiasi AP merupakan bagian dari Institut Akuntan
Indonesia (IAI), yaitu Kompartemen Akuntan Publik.
Perkembangan terakhir dunia
internasional menunjukkan bahwa kewenangan
pengaturan akuntan publik mulai ditarik ke pihak pemerintah,
dimulai dengan Amerika Serikat yang membentuk Public Company Accounting
Oversight Board (PCAOB). PCAOB merupakan lembaga semi pemerintah yang dibentuk
berdasarkan Sarbanes Oxley Act 2002. Hal ini terkait dengan turunnya
kepercayaan masyarakat terhadap lemahnya regulasi yang dilakukan oleh
asosiasi profesi, terutama sejak terjadinya kasus Enron dan Wordcom yang
menyebabkan bangkrutnya Arthur Andersen sebagai salah satu the Big-5,
yaitu kantor akuntan publik besar tingkat dunia. Sebelumnya,
kewenangan asosiasi profesi sangat besar, antara lain:
(i)   pembuatan
standar akuntansi dan standar audit;
(ii)  pemeriksaan terhadap
kertas kerja audit; dan
(iii) pemberian sanksi.
Dengan kewenangan asosiasi yang
demikian luas, diperkirakan bahwa asosiasi profesi dapat bertindak kurang
independen jika terkait dengan kepentingan anggotanya. Berkaitan dengan
perkembangan tersebut, pemerintah Indonesia melalui Rancangan Undang-Undang tentang Akuntan Publik (Draft
RUU AP, Depkeu, 2006) menarik kewenangan pengawasan dan pembinaan ke tangan
Menteri Keuangan, disamping tetap melimpahkan beberapa kewenangan kepada
asosiasi profesi.
Dalam RUU AP tersebut,
regulasi terhadap akuntan publik diperketat disertai dengan
usulan penerapan sanksi disiplin berat dan denda administratif yang besar,
terutama dalam hal pelanggaran penerapan Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP). Di samping itu ditambahkan
pula sanksi pidana kepada akuntan publik palsu (atau orang yang
mengaku sebagai akuntan publik) dan
kepada akuntan publik yang melanggar penerapan SPAP.
Seluruh regulasi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas
pelaporan keuangan, meningkatkan kepercayaan publik serta melindungi
kepentingan publik melalui peningkatan independensi auditor dan
kualitas audit.
5. Peer Review
Peer review atau penelaahan sejawat ( Bahasa Indonesia ) merupakan
suatu proses pemeriksaan atau penelitian suatu karya atau ide pengarang ilmiah
oleh pakar lain di suatu bidang tertentu. Orang yang melakukan penelaahan
sejawat disebut penelaah sejawat atau mitra bestari ( peer reviewer ).
Proses ini dilakukan oleh editor atau penyunting untuk memilih dan menyaring
manuskrip yang dikirim serta dilakukan oleh badan pemberi dana untuk memutuskan
pemberian dana bantuan. Peer review ini bertujuan untuk
membuat pengarang memenuhi standar disiplin ilmu yang mereka kuasai dan standar
keilmuan pada umumnya. Publikasi dan penghargaan yang tidak melalui peer
review ini mungkin akan dicurigai oleh akademisi dan profesional pada
berbagai bidang. Bahkan, pada jurnal ilmiah terkadang ditemukan kesalahan,
penipuan ( fraud ) dan sebagainya yang dapat mengurangi
reputasi mereka sebagai penerbit ilmiah yang terpercaya.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 2008 (PP 60/2008) tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP),
dalam rangka menjaga mutu hasil pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
(APIP) antara lain harus memenuhi dua hal, yaitu adanya standar audit dan
pedoman telaahan sejawat (peer review).
PP 60/2008 pasal 55  ayat 1
menyebutkan bahwa untuk menjaga mutu hasil audit aparat pengawasan intern
pemerintah, secara berkala dilakukan telaahan sejawat. Selanjutnya dalam
penjelasan PP 60/2008 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “telaahan sejawat”
adalah kegiatan yang dilaksanakan unit pengawas yang ditunjuk guna mendapatkan
keyakinan bahwa pelaksanaan kegiatan audit telah sesuai dengan standar audit.
Tujuan kajian ini adalah untuk
memperoleh kejelasan mengenai pengertian peer review dan beberapa
praktik pelaksanaannya. Hasil kajian ini diharapkan dapat digunakan oleh
organisasi profesi auditor sebagai acuan dalam penyusunan pedoman telaahan
sejawat (peer review) APIP.
Dari studi literatur/peraturan yang
terkait dan masukan dari berbagai narasumber, baik intern maupun ekstern BPKP,
diperoleh simpulan sebagai berikut :
1.      Peer
review(telaahan sejawat) dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan
pengujian dan review yang dilaksanakan oleh rekan sejawat yang setara
guna mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa organisasi audit yang di review
telah patuh terhadap sistem pengendalian mutu dan pelaksanaan kegiatan audit
telah sesuai dengan standar audit yang berlaku.
2.     
Periode waktu dilakukannya peer review APIPminimal tiap tiga tahun
sekali atau periode waktu lain yang disepakati oleh Organisasi Profesi Auditor
di Indonesia setelah mempertimbangkan lingkup dan kompleksitasnya.
3.     
Terdapat beberapa persyaratan yang perlu ditetapkan untuk pelaksanaan peer
review  APIP sebagaimana di mandatkan dalam PP 60 tahun 2008, antara
lain:
(1)    Adanya
organisasi profesi yang merupakan asosiasi bagi APIP.
(2)    APIP merupakan
anggota organisasi profesi auditor.
(3)    Dilakukan oleh
rekan sejawat yang setara, yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang
minimal sama.
(4)    Adanya standar
audit yang diterbitkan oleh organisasi profesi auditor.
(5)    Adanya Sistem
Kendali Mutu di setiap APIP yang diwajibkan oleh organisasi profesi auditor.
(6)    Adanya Pedoman
Peer review audit yang dibuat oleh organisasi profesi auditor.
4.     
Persyaratan/kualifikasi minimal yang perlu diperhatikanagar dapat menjadi pe- reviewyaitu:
(1)    Mempunyai
sertifikasi sebagai auditor/setifikasi peer review
(2)    Menjadi
anggota aktif organisasi profesi yang bersangkutan
(3)    Mempunyai
kedudukan yang setara untuk bidang audit
(4)    Berpengalaman
minimal 5 tahun sebagai auditor
(5)    Mempunyai
pengetahuan terkini mengenai hal-hal yang akan di-review
Pernyataan pendapat atau opini yang
relevan untuk diberikan atas kepatuhan APIP terhadap sistem kendali mutu dan
standar audit adalah full compliance, satisfactory compliance dan
non compliance.
Sumber :
Langganan:
Komentar (Atom)






