Rabu, 22 Januari 2014

propsal

Proposal Penelitian:
PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE
TERHADAP KUALITAS LABA DAN NILAI PERUSAHAAN
(Studi pada Perbankan Syari’ah di Indonesia Tahun 2010-2012)

Latar Belakang Masalah
Penelitian ini membahas tentang pengaruh Good Corporate Governance (GCG) terhadap kualitas laba dan nilai perusahaan. Penelitian ini penting karena tujuan utama didirikannya suatu perusahaan adalah untuk meningkatkan nilai perusahaan dan memperoleh laba. Keberhasilan perusahaan dapat dilihat dari tingkat pencapaian tujuan perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan akan selalu mengusahakan agar jumlah laba yang diperoleh terus meningkat dari tahun ke tahun. Laba merupakan salah satu aspek penting untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan, maka laba harus dikelola dengan baik.
Dunia usaha semakin berkembang pada setiap perusahaan, baik bergerak di bidang jasa, perdagangan maupun manufaktur yang selalu berhadapan dengan masalah pengelolaan perusahaan dan pengawasan aktiva. Seiring dengan berkembangnya perusahaan, maka kegiatan dan masalah yang dihadapi perusahaan akan semakin kompleks sehingga semakin sulit untuk mengawasi kegiatan dan operasi perusahaan. Oleh karena itu, semakin besar kemunginan untuk terjadinya penyimpangan-penyimpangan dan kecurangan. Masalah-masalah internal yang muncul dalam organisasi merupakan tanda bahwa fungsi dalam lembaga tidak dilaksanakan secara taat dan konsisten, sehingga dampaknya tata kelola perusahaan tidak dilaksanakan secara sehat. Pemicu utama berkembangnya kebutuhan akan praktek tata kelola perusahaan yang baik adalah sebagai akibat terjadinya kebangkrutan perusahaan-perusahaan , baik di sektor keuangan maupun non keuangan.
Di Indonesia terdapat beberapa contoh perusahaan yang mengalami masalah tata kelola perusahaan. Salah satunya adalah kasus pembobolan dana milik PT Elnusa yang terjadi pada Bank Mega senilai Rp 111 milyar. Kasus ini terjadi pada pertengahan April 2011 dengan melibatkan banyak pihak termasuk pejabat Bank Mega sendiri. Contoh lainnya adalah kasus Citibank yang terjadi pada Maret 2011. Kasus ini bermula ketika pihak Citibank mendapat aduan dari 6 tiga nasabahnya terkait dengan dana nasabah yang ada di tabungan menghilang. Pihak Citibank melaporkan kejadian tersebut kepada pihak polisi. Setelah dilakukan penyelidikan ternyata terdapat pembobolan dana nasabah yang dilakukan oleh karyawan senior yang menjabat sebagai vice president bernama Melinda Dee sekitar Rp 17 milyar. Pembobolan dana tersebut juga melibatkan karyawan Citibank yang bertugas sebagai teller.
Kasus ini menunjukkan bahwa isu utama dari permasalahan yang dihadapi adalah terkait dengan persoalan moral dan etika yang kurang baik, governance yang buruk, pengawasan yang kurang, dan penegakkan hukum yang lemah. Oleh karena itu, peran dari corporate governance tidak bisa diabaikan oleh suatu perusahaan. Negara-negara di dunia dituntut untuk menerapkan sistem dan paradigma baru dalam pengelolaan bisnis, yaitu kegiatan bisnis yang berbasis prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
Lemahnya penerapan Good Corporate Governance (GCG) sering disebut sebagai salah satu penyebab krisis keuangan di negara-negara Asia. Hal ini dikarenakan semakin terpisahnya hubungan para pemegang saham dengan manajemen, kurangnya transparan perusahaan dalam pelaporan kinerja keuangan, semakin tidak terkendalinya pengelolaan dan pengambilan keputusan, serta tidak effektifnya komite pengawas. Oleh karena itu, perusahaan tidak dapat mencapai tujuan baik jangka pendek maupun jangka panjang, yaitu profit dan market value yang maksimal.
Menurut Newel dan Wilson dalam Purwantini, secara teoritis praktek Good Corporate Governance dapat meningkatkan nilai perusahaan, diantaranya meningkatkan kinerja keuangan dan mengurangi resiko yang muncul akibat tindakan pengelola yang cenderung menguntungkan diri sendiri. Dampak dari kurangnya penerapan prinsip-prinsip GCG sangat luas, tidak hanya secara perseorangan atau kelembagaan tetapi juga terhadap stabilitas ekonomi, seperti yang terjadi di Indonesia saat ini.
Oleh karena itu penerapan prinsip-prinsip GCG merupakan suatu keharusan. Tuntutan penerapan GCG pada lembaga Investasi baik domestik maupun manca negara karena diyakini akan menolong perusahaan dan perekonomian yang sedang tertimpa krisis untuk bangkit kearah yang lebih baik, mampu bersaing, dapat dikelola secara dinamis dan professional.
Bank, BUMN, dan perusahaan publik adalah sebagai tulang punggung perekonomian nasional, sehingga menjadi teladan dalam menerapkan corporate governance yang efektif. Penerapan corporate governance yang efektif pada Bank, BUMN, dan perusahaan publik memberikan gambaran kondisi perekonomian, serta menghindari terjadinya krisis dan kegagalan serupa di masa depan. Beberapa implementasi GCG antara lain adalah sistem pengendalian internal (internal control system), pengelolaan resiko, dan etika bisnis yang dituangkan dalam pedoman perilaku perusahaan.
Bank Indonesia telah mengeluarkan PBI No. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah. Latar belakang dikeluarkannya PBI ini adalah bahwa pelaksanaan GCG di dalam industri perbankan syariah harus memenuhi prinsip syariah. Hal inilah yang membedakan GCG antara bank konvensional dengan bank syariah. PBI No. 11/33/PBI/2009 menyebutkan bahwa GCG adalah suatu tata kelola bank yang menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), profesional (professional), dan kewajaran (fairness).
Penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengaruh pelaksanaan Good Corporate Governance terhadap kualitas laba dan nilai perusahaan adalah sebagai berikut: Terkait dengan pengaruh Good Corporate Governance terhadap nilai perusahaan, penelitian yang ada selama ini menyimpulkan hal yang berbeda. Penelitian Titi Purwantini menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh negatif yang signifikan antara kepemilikan institusional dengan nilai perusahaan. Hasil tersebut didukung oleh penelitian Megawati yang menunjukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan kepemilikan manajerial dan keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Siallagan dan Machfoedz menyatakan bahwa keberadaan komite audit mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan yang dihitung dengan Tobin’s Q. Hal ini memberi bukti bahwa keberadaan komite audit dapat meningkatkan efektivitas kinerja perusahaan. Berbeda dengan penelitian Rachmawati dan Triatmoko yang menyimpulkan keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Sedangkan hasil penelitian Rachmawati dan Triatmoko menyimpulkan bahwa kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Berbeda dengan penelitian Mulia Saputra yang menemukan bahwa kepemilikan institusi tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
Berkaitan dengan kualitas laba, Penelitian Boediono menyimpulkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Berbeda dengan peneliatan Fathia Annisa yang menyimpulkan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap kualitas laba. Siallagan dan Machfoedz meneliti pengaruh kepemilikan manajerial dan komite audit terhadap kualitas laba yang diukur dengan discretionary accrual menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial dan komite audit berpengaruh secara positif terhadap kualitas laba. Berbeda dengan penelitian Rachmawati dan Triatmoko yang menyimpulkan bahwa keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap discretionary accrual (kualitas laba).
Penelitian ini menduga bahwa perbedaan sampel, waktu penelitian, dan variabel independen dalam hal ini mekanisme corporate governance yang digunakan bisa jadi mempengaruhi hasil penelitian, sehingga penting untuk menguji kembali pengaruh Good Corporate Covernance terhadap kualitas laba dan nilai perusahaan.
Tinjauan Pustaka
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Good Corporate Governance terhadap kualitas laba dan nilai perusahaan. Variabel independen penelitian ini adalah “Good Corporate Governance”, sedangkan variabel dependennya adalah, “kualitas laba” dan “nilai perusahaan”.
Hasil penelitian terdahulu tentang pengaruh GCG terhadap kualitas laba dan nilai perusahaan adalah sebagai berikut: Salah satunya adalah penelitian Fathia Annisa. Penelitian tersebut menggunakan enam variabel yang dibagi dalam lima variabel independen (kepemilikan institusional, ukuran dewan direksi, komisaris independen, dan komite audit), dan satu variabel dependen ( kualitas laba). Populasi dalam penelitian Annisa adalah pada perusahaan Sektor Keuangan di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2009-2011. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 71 perusahaan. Dari keseluruhan populasi perusahaan sektor keuangan yang terdaftar di BEI, ada 28 perusahaan yang tidak memenuhi kriteria, sehingga hanya 43 perusahaan yang dijadikan sampel.
Analisis data menggunakan analisis regresi berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengaruh kepemilikan institusional terhadap kualitas laba tidak berpengaruh secara signifikan dengan nilai t-hitung = 1,574 dan p value = 0,118. Dengan memperhatikan syarat: t-hitung (1,574) 0,05, maka dapat diambil kesimpulan bahwa h0 diterima dan h4 ditolak. Sedangkan pengaruh komite audit terhadap kualitas laba tidak berpengaruh signifikan terhadap dengan nilai t-hitung = -0,422 dan p value = 0,674. Dengan memperhatikan syarat : t-hitung (-0,422) 0,05, maka dapat ambil kesimpulan bahwa h0 diterima dan h2 ditolak.
Sedangkan penelitian terdahulu tentang pengaruh GCG terhadap nilai perusahan salah satunya dilakukan oleh Titi Purwanti. Penelitian tersebut menggunakan empat variabel yang dibagi dalam tiga variabel independen (kepemilikan institusional, independensi dewan komisaris, dan Struktur kepemilikan terkonsentrasi), dan satu variabel dependen ( nilai perusahaan). Dalam penelitian ini populasi yang digunakan adalah perusahaan Manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia. Sampel yang digunakan berjumlah 100 perusahaan. Penentuan sampel adalah dengan menggunakan metode purposive sampling. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah data sekunder laporan keuangan tahunan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2005 sampai 2007. Teknik pengumpulan data dengan studi kepustakaan dan dokumentasi dengan metode data pooling.
Hasil penelitian Titi Purwanti dengan menggunakan uji signifikansi partial (uji statistik t) dengan variabel independen kepemilikan institusional dan variabel dependen nilai perusahaan (Tobins’ Q) adalah terdapat pengaruh negatif yang signifikan antara kepemilikan institusional dengan nilai perusahaan dengan nilai t = 21,185 yang lebih besar dar 2 atau dari t tabel dengan taraf signifikansi lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,000.
Penelitian terdahulu sebagaimana yang telah disebutkan diatas menguji variabel independen dengan proksi beberapa mekanisme GCG yang berbeda-beda. Selain itu sampel dalam penelitian terdahulu sebagian besar adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Untuk membedakan dengan penelitian terdahulu, maka penelitian ini akan menguji pengaruh GCG terhdap kualitas laba dan nilai perusahaan dengan variabel independennya adalah komite audit, kepemilikan institusional, dan kepemilikan manajerial. Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan syari’ah di Indonesia.
Landasan Teori
Mekanisme Good Corporate Governance
Ada empat mekanisme Corporate Governance yang dipakai dalam penelitian ini yang bertujuan untuk mengurangi konflik keagenan, yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan komite audit.
Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional merupakan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain). Investor institusional sering disebut sebagai investor yang canggih (sophisticated) sehingga seharusnya lebih dapat menggunakan informasi periode sekarang dalam memprediksi laba masa depan dibanding investor non instusional. Investor institusional diyakini mampu memonitor tindakan manajer dengan lebih baik dibanding dengan investor individual. Kepemilikan institusional yang tinggi akan meningkatkan pengelolaan laba tetapi jika pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan bersifat oportunis maka kepemilikan institusional yang tinggi akan mengurangi manajemn laba.
Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan saham yang besar dari segi nilai ekonomisnya memiliki insentif untuk memonitor. Secara teoritis ketika kepemilikan manajemen rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat. Kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen. Sehingga permasalahan keagenen diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer adalah juga sekaligus sebagai seorang pemilik.
Komite Audit
Komite audit bertanggung jawab untuk mengawasi laporan keuangan, mengawasi audit eksternal, dan mengamati sistem pengendalian internal (termasuk audit internal). Hal ini dapat mengurangi sifat opportunistic manajemen yang melakukan manajemen laba (earnings management). Oleh karena itu, komite audit dapat mengurangi aktivitas earning management yang selanjutnya akan mempengaruhi kualitas pelaporan keuangan yang salah satunya adalah kualitas laba.
Teori agensi
Dasar yang digunakan untuk memahami corporate governance adalah perspektif hubungan keagenan. Teori keagenan mengatakan, jika antar pihak principal (pemilik) dan agen (manajer) memiliki kepentingan yang berbeda, muncul konflik yang dinamakan konflik keagenan (agency conflict). Pemisahan fungsi antara pemilik dan manajemen ini memiliki dampak negatif yaitu keleluasaan manajemen (pengelola) perusahaan untuk memaksimalkan laba. Hal ini akan mengarah pada proses memaksimalkan kepentingan manajemen sendiri dengan biaya yang harus ditanggung oleh pemilik perusahaan. Kondisi ini terjadi karena asymmetry information antara manajemen dan pihak lain yang tidak memiliki sumber dan akses yang memadai untuk memperoleh informasi yang digunakan untuk memonitor tindakan manajemen .
Konflik keagenan yang mengakibatkan adanya sifat opportunistic manajemen akan mengakibatkan rendahnya kualitas laba. Rendahnya kualitas laba akan dapat membuat kesalahan pembuatan keputusan kepada para pemakainya seperti para investor dan kreditor, sehingga nilai perusahaan akan berkurang. Berdasarkan teori keagenan, permasalahan tersebut dapat diatasi dengan adanya Good Corporate Governance.
Nilai Perusahaan
Tujuan utama perusahaan adalah untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan merupakan sebuah nilai yang bersedia dibayarkan oleh investor atas perusahaan apabila perusahaan tersebut dijual. Nilai perusahaan mencerminkan nilai aset yang dimiliki oleh perusahaan. Dengan nilai perusahaan yang tinggi maka diharapkan kesejahteraan pemegang saham terpenuhi.
Nilai perusahaan adalah present value dari cash flow yang diharapkan dan discount rate pengembalian yang mencerminkan baik risiko perusahaan dan pendanaan yang campuran. Manajemen perusahaan berusaha mewujudkan nilai perusahaan yang tinggi karena dengan nilai perusahaan yang tinggi, maka kemakmuran pemegang saham terwujud.
Profitabilitas
Perusahaan didirikan untuk memenuhi tujuan perusahaan yaitu untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan mencerminkan kemakmuran pemilik perusahaan. Salah satu factor yang mempengaruhi nilai perusahaan adalah profitabilitas. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Profitabilitas adalah hasil akhir dari sejumlah kebijakan dan keputusan manajemen perusahaan.
Sedangkan menurut Saidi profitablilitas adalah kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Jadi dari pendapat ahli diatas yaitu profitabilitas adalah hasil kegiatan manajemen perusahaan yang diukur dengan kemampuan perusahaan menghasilkan laba.
Menurut Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan paragraf 17 bahwa informasi mengenai kinerja perusahaan, terutama profitabilitas, diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang mungkin dikendalikan di masa depan. Selain itu, informasi kinerja bermanfaat untuk memprediksi kapasitas perusahaan dalam menghasilkan arus kas dari sumber daya yang ada.
Kualitas Laba
Laba merupakan informasi utama yang disajikan dalam laporan keuangan, sehingga angka-angka dalam laporan keuangan, menjadi hal krusial yang mesti harus dicermati oleh pemakai laporan keuangan. Laba merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja operasional perusahaan yang dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Informasi tentang laba mengukur keberhasilan atau kegagalan bisnis dalam mencapai tujuan operasi yang ditetapkan. Baik kreditur maupun investor, menggunakan laba untuk mengevaluasi kinerja manajemen, memperkirakan earnings power, dan untuk memprediksi laba di masa yang akan datang.
Kualitas laba adalah laba yang secara benar dan akurat menggambarkan profitabilitas operasional perusahaan. Laba akuntansi berdasar akrual memunculkan isu tentang kualitas laba, karena laba dari proses akuntansi akrual potensial menjadi objek perekayasaan laba (earning management). Beberapa teknik manajemen laba (earnings management) dapat mempengaruhi laba yang dilaporkan oleh manajemen. Praktik manajemen laba akan mengakibatkan kualitas laba yang dilaporkan menjadi rendah. Earnings dapat dikatakan berkualitas tinggi apabila earnings yang dilaporkan dapat digunakan oleh para pengguna (users) untuk membuat keputusan yang terbaik, dan dapat digunakan untuk menjelaskan atau memprediksi harga dan return saham.
Pengembangan Hipotesis
Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan
Dalam hubungannya dengan fungsi monitor, investor institusional diyakini memiliki kemampuan untuk memonitor tindakan manajemen lebih baik dibandingkan investor individual. Kepemilikan institusional yang tinggi akan meningkatkan pengelolaan laba tetapi jika pengelolaan laba yang dilakukan perusahaan bersifat oportunis maka kepemilikan institusional yang tinggi akan mengurangi manajemn laba.
Hasil penelitian Boediono menyimpulkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kualitas laba. Berkaitan dengan nilai perusahaan, hasil penelitian Megawati , Rachmawati dan Triatmoko, dan Purwantini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat diajukan adalah:
H1: Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap kualitas laba.
H2: Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan
Secara teoritis ketika kepemilikan manajemen rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat. Jadi semakin besar kepemilikan manajemen dalam perusahaan maka manajemen akan cenderung berusaha untuk meningkatkan kinerjanya.
Hasil penelitian Siallagan dan Machfoedz menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh secara positif terhadap kualitas laba yang diukur dengan discretionary accrual. Berkaitan dengan nilai perusahaan, hasil penelitian Rachmawati dan Triatmoko menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap nilai perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat diajukan adalah:
H1: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap kualitas laba.
H2: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan

Pengaruh Komite Audit Terhadap Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan
Komite audit dapat mengurangi aktivitas earning management yang selanjutnya akan mempengaruhi kualitas pelaporan keuangan, yang salah satunya adalah kualitas laba. Siallagan dan Machfoedz menyatakan bahwa keberadaan komite audit mempunyai pengaruh positif terhadap nilai perusahaan dan kualitas laba. Hal ini memberi bukti bahwa keberadaan komite audit dapat meningkatkan efektivitas kinerja perusahaan.

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat diajukan adalah:
H1: Komite audit berpengaruh positif terhadap kualitas laba.
H2: Komite audit berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan

Metode Penelitian
Jenis Penelitian
Menurut tujuan penelitian, jenis penelitian ini adalah penelitian induktif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengembangkan teori atau hipotesis melalui pengungkapan fakta.

Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Bank Umum Syariah yang beroperasi di Indonesia dari tahun 2010-2012. Untuk kepentingan analisis data, sampel dipilih dengan metode purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut:
Menerbitkan laporan tahunan dan laporan GCG periode 2010-2012.
Isi laporan GCG periode 2010-2012 yang dipublikasikan sekurang-kurangnya meliputi hal-hal yang wajib diungkapkan oleh BUS sesuai pasal 62 PBI No. 11 Tahun 2009.

Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan tahunan perusahaan periode 2010-2012, laporan GCG perusahaan periode 2010-2012, dan data statistik Bank Indonesia. Data bersumber dari website resmi perusahaan dan website Bank Indonesia.

Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpulkan dengan teknik dokumentasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data melalui pencatatan dan memanfaatan data dari instansi penelitian yang berupa arsip dan laporan-laporan yang berkaitan dengan permasalahan.

Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah Good Corporate Governance. Dalam mekanisme GCG diwakili oleh empat sifat elemen mekanisme GCG yaitu

Kepemilikan Institusional (X1)
Kepemilikan Institusional (Institutional Ownership) diukur dengan natural logarithma dari prosentase saham yang dimiliki institusi dibagi dengan jumlah saham yang beredar.

Kepemilikan Manajerial (X2)
Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh pihak manajemen, dimana manajer bertindak sebagai pengelola dan pemilik perusahaan. Pengukuran kepemilikan manajerial melalui persentase jumlah saham yang dimiliki manajemen terhadap keseluruhan saham perusahaan. Kepemilikan manajerial= jumlah saham manajerial / total saham yang beredar.

Komite Audit (X3)
Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Keberadaan komite audit di ukur dengan jumlah total komite audit.

Variabel dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kualitas laba dan nilai perusahaan. Kualitas laba dapat diukur dengan menggunakan Earnings Response Coefficient (ERC). ERC adalah hubungan regresi antara laba yang dilaporkan dengan return saham. Indikator yang digunakan adalah koefisien regresi antara Market Adjusted

Return dan Earning per Share yang dibagi dengan harga saham.
Sedangkan nilai perusahaan dapat diukur dengan menggunakan Tobin’Q yang diberi simbol Q. Tobin’s Q merupakan salah satu dari beberapa jalur other asset channel yang digunakan oleh Bank Indonesia dalam mempengaruhi perekonomian khususnya dalam mencapai sasaran akhir dari kebijakan moneter. Tobin’s Q Model dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:
Q=(EMV+D)/(EBV+D)
Dimana Q : nilai perusahaan
EMV : nilai pasar equitas (equity Market value)
D : nilai buku dari total hutang
EBV : nilai buku dari total aktiva (Equity Book Value),equity
Market Value (EMV) diperoleh dari hasil perkalian harga saham penutupan (Closing Price) akhir tahun denganJumlah saham yang beredar pada akhir tahun.

Teknik Analisis Data
Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis teori, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik untuk memenuhi sifat dari estimasi regresi yang bersifat BLUES (Best Linier Unbiased Estimator) yang meliputi :

Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variable dependen dan variabel independen mempunyai distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk menguji apakah distribusi data normal atau tidak digunakan uji Kolmogorof Smirnov test . Apabila nilai Kolmogorof Smirnov Z mendekati 1 dengan Signifikansi asimetris 2 ekor lebih besar dari 0,05 berarti data terdistribusi normal dan sebaliknya apabila nilai Kolmogorof Smirnov Z mendekati 0 dengan Signifikansi asimetris 2 ekor lebih kecil dari 0,05 berarti distribusi data tidak normal.

Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antara serangkaian observasi yang menurut waktu (time series) atau secara silang ruang (cross sectional). Hal ini mempunyai arti bahwa hasil yang dicapai dipengaruhi oleh waktu dan tempat observasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson, dimana hasil pengujian ditentukan berdasarkan nilai Durbin-Watson. Kriteria yang digunakan untuk mendeteksi ada tidaknya gejala autokorelasi sebagai berikut.
Kriteria Autokorelasi Durbin-Watson
DW KESIMPULAN
2,586 Ada autokorelasi positif
Tanpa kesimpulan
Tidak ada autokorelasi
Tanpa kesimpulan
Ada autokorelasi negatif

Uji Heteroskedastisitas
Gejala heteroskedastisitas terjadi sebagai akibat dari variasi residual yang tidak sama pada semua observasi. Jika Varian dari satu observasi ke observasi lain lain tetap maka disebut homoskedastisitas. Model regresi yang baik adalah homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Pengujian dilakukan dengan 2 cara, yang pertama dengan Uji Park dengan kriteria pegujian membandingkan antara nilai t hitung dengan t tabel. Homoskedastisitas ditunjukkan apabila t hitung variabel independen lebih kecil dari t tabel. Yang kedua dengan grafik Scatterplot. Apabila tidak terjadi penyebaran data dimana titik-titik data terletak diatas dan dibawah angka 0 maka itu berarti homokedastisitas sebaliknya bila titik-titik data menyebar maka terjadi heteroskedastisitas
Uji Multikolinearitas.
Uji Multikolinieritas dimaksudkan untuk menguji apakah terdapat korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolineritas dalam model regresi dapat dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflation Faktor (VIF). Nilai cutoff yang umum digunakan adalah nilai tolerance10.
Uji hipotesis dilakukan menggu-nakan model multiple regression (regresi berganda)
Metode ini digunakan untuk menjelaskan pola hubungan antara variabel independen yaitu kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial dan komite audit dengan variabel dependen yaitu nilai perusahaan.
Menguji pengaruh GCG terhadap nilai perusahaan persamaan garis regresinya adalah :
Y1 = a+ b1X1+ b2X2+ b3X3 + e
Dimana : Y1= nilai perusahaan
a= konstanta
b1,b2,b3= koeffisien kepemilikan institusional, koeffisien kepemilikan manajerial dan koefisien komite audit
X1,X2,X3= variabel kepemilikan institusional, variabel kepemilikan manajerial dan komite audit
e = Error
Menguji pengaruh GCG terhadap kualitas laba persamaan garis regresinya adalah:
Y1 = a+ b1X1+ b2X2+ b3X3 + e
Dimana : Y1= kualitas laba
a= konstanta
b1,b2,b3= koeffisien kepemilikan institusional, koeffisien kepemilikan manajerial dan koefisien komite audit
X1,X2,X3= variabel kepemilikan institusional, variabel kepemilikan manajerial dan komite audit
e = Error
Uji t Statistik
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variable dependen. Uji t dapat dilakukan dengan melihat nilai probabilitas signifikansi t masing-masing variabel yang terdapat pada output hasil regresi menggunakan SPSS. Jika nilai probabilitas signifikansi t lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa ada pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen.

Uji F statistik
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variable independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat. Ketentuan yang digunakan dalam uji F adalah sebagai berikut:
Jika F hitung lebih besar dari F tabel atau probabilitas lebih kecil dari tingkat signifikansi (Sig. 0,05), maka model penelitian tidak dapat digunakan atau model tersebut tidak tepat.
Membandingkan nilai F hasil perhitungan dengan nilai F menurut tabel. Jika nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel, maka model penelitian sudah tepat.

DAFTAR PUSTAKA
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Progam SPSS, Edisi 3. Semarang: EKONISIA.
Wahyudi, Moh, Zarkasyi. 2008. Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Manufaktur, Perbankan, dan Jasa Keuangan. Bandung: ALFABETA.
Pinto Atami, Aulia. Pengaruh Diversifikasi dan Good Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan yang Dimediasi Oleh Profitabilitas Pada Sektor Manufaktur di BEI tahun 2007-2011.
Purwantini, Titi. Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan dan Kinerja Keuangan Perusahaan.
Megawati, Pengaruh Good Corporate Governance, Leverage, dan Manajemen Laba
Saputra, Mulia. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta.
Siallagan, Hamonangan dan Mas’ud Machfoedz. 2006. Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan, Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang.
Dwi Hastuti, Theresia. 2005. Hubungan antara Good Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan Dengan Kinerja Keuangan, SNA VIII Solo, 15–16 September 2005.
Annisa, Fathia. Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Kualitas Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Sektor Keuangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Bei) Periode 2009-2011).
Enggar Dan Riduwan, Pengaruh Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan:
Kualitas Laba Sebagai Variabel Intervening.
Rachmawati, Andri dan Hanung Triatmoko. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Laba dan Nilai Perusahaan , Simposium Nasional Akuntansi X, Unhas Makassar 26-28 Juli.
SB, Gideon Boediono. 2005. Kualitas Laba : Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi VIII : 172-194.
PBI N0. 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan GCG bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah pasal 1 ayat 10
Repository.unhas.ac.id/bitstream ( diakses pada tanggal 24 April 2013, pukul 21.02)

ETIKA DALAM AKUNTANSI KEUANGAN DAN AKUNTANSI MANAJEMEN


 
Etika Dalam Akuntansi Keuangan Dan Manajemen

Akuntan manajemen mempunyai peran penting dalam menunjang tercapainya tujuan perusahaan, dimana tujuan tersebut harus dicapai melalui cara yang legal dan etis, maka paraakuntan manajemen dituntut untuk bertindak jujur, terpercaya, dan etis (Anshori,2002). Dalam hubungannya dengan kesadaran etika, disebutkan bahwa masalah ini seringmencuat sebagai salah satu persoalan yang sering menghinggapi akuntan lokal. Menurut SriMulyani seperti dikutip dari Islahuddin dan Soesi (2002) menyatakan bahwa akuntan lokalsudah terbiasa dengan kondisi hitungan seimbang, yang dipaksa melindungi perusahan klien dari kebobrokan keuangan. Akibatnya dengan adanya kesadaran etis yang rendah memberigambaran kekurangsiapan akuntan lokal menghadapi pasar global.Untuk itu perlu lagi bagi para akuntan manajemen maupun para lulusan jurusanakuntansi yang kelak mengambil profesi sebagai akuntan akuntan manajemen untuk meninjau standar etika bagi akuntan manajemen yang dikeluarkan oleh Institute of Management Accountants, agar menampilkan karakteristik akuntan yang berkualitas dan mampu menjaga profesionalismenya di era globalisasi ini. Standard Etik Untuk Akuntan Manajemen. (Standars of Ethical Conduct for Management Accountants).

Competence, Confidentiality, Integrity and Objectivity of Management Accountant

Ada beberapa standar etika untuk akuntan manajemen yaitu:
1.     Kompetensi
artinya dia harus memelihara pengetahuan dan keahlian yang sepantasnya, mengikuti hukum, peraturan dan standar teknis, dan membuat laporan yang jelas dan lengkap berdasarkan informasi yang dapat dipercaya dan relevan.

Akuntansi Kompetensi
definisi
1
Pengetahuan Profesional
§    Menunjukkan tingkat mahir keahlian profesional dalam pengetahuan akuntansi agar menjaga tetap terkini dengan perkembangan dan tren. Pengetahuan dan kemampuan untuk menggunakan teknologi informasi yang berlaku dan sistem untuk memenuhi kebutuhan pekerjaan.
2
Keuangan monitoring dan analisis
§    Dengan memantau dan mengumpulkan data untuk menilai akurasi dan integritas kuat dalam menganalisis data untuk memastikan kepatuhan dengan standar yang berlaku dengan peraturan dan sistem pengendalian internal, menafsirkan dan mengevaluasi hasil guna mempersiapkan dokumentasi dan membuat laporan keuangan dan/atau presentasi.
3
Pengambilan keputusan
§    Dengan menggunakan pendekatan yang efektif untuk memilih tindakan atau mengembangkan solusi yang sesuai untuk mencapai kesimpulan, mengambil tindakan yang konsisten dengan fakta-fakta yang tersedia.
4
Pengawasan
§    Dengan menunjukkan sifat disiplin, menetapkan standar kinerja dan mengevaluasi kinerja dari karyawan untuk mempertahankan tenaga kerja yang beragam untuk mengelola dan memastikan kepatuhan dengan sumber daya manusia kebijakan dan prosedur.
§    Memantau dan menilai pekerjaan dengan memberikan umpan balik, memberikan teknis pengawasan, mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan karyawan; rencana dan dukungan karyawan di peluang pengembangan karir.
5
Komunikasi dan keterampilan Interpersonal
§    Menyampaikan informasi kepada perorangan atau kelompok dengan memberikan presentasi yang cocok untuk karakteristik dan kebutuhan penonton.
§    Jelas dan ringkas menyampaikan informasi secara lisan atau secara tertulis kepada individu atau kelompok untuk memastikan bahwa mereka mengerti informasi dan pesan.
§    Mendengarkan dan merespons dengan tepat kepada orang lain. Kemampuan untuk membangun hubungan kerja yang efektif yang mendorong keberhasilan organisasi.
2.     Confidentiality
mengharuskan seorang akuntan manajemen untuk tidak mengungkapkan informasi rahasia kecuali ada otorisasi dan hukum yang mengharuskan untuk melakukan hal tersebut. Kerahasian harus terdefinisi dengan baik, dan prosedur untuk menjaga kerahasiaan informasi harus diterapkan secara berhati-hati, khususnya untuk komputer yang bersifat standalone atau tidak terhubung ke jaringan. Aspek penting dari kerahasiaan adalah pengidentifikasian atau otentikasi terhadap user.Identifikasi positif dari setiap user sangat penting untuk memastikan efektivitas dari kebijakan yang menentukan siapa saja yang berhak untuk mengakses data tertentu
Contohnya:
Access Control Models sangat berfungsi dalam menentukan jenis kontrol akses yang diperlukan dalam mendukung kebijakan keamanan. Model akses kontrol ini menyediakan view konseptual dari kebijakan keamanan. Hal ini akan mengijinkan kita untuk melakukan pemetaan antara tujuan dan petunjuk dari kebijakan keamanan anda terhadap event yang spesifik. Proses dari pemetaan ini memungkinkan terbentuknya definisi formal dan spesifikasi yang diperlukan dalam melakukan kontrol terhadap keamanan. Singkatnya, access control model memungkinkan untuk memilah kebijakan keamanan yang kompleks menjadi langkah–langkah keamanan yang lebih sederhana dan terkontrol. Beberapa model yang berbeda sudah dibangun sampai dengan tahun ini. Kita akan membahas beberapa model yang dianggap unik pada bagian-bagian selanjutnya. Kebanyakan penerapan kebijakan keamanan melakukan kombinasi dari beberapa access control models.
3.     Integrity
adalah perlindungan terhadap dalam sistem dari perubahan yang tidak terotorisasi, baik secara sengaja maupun secara tidak sengaja. Integritas mengharuskan untuk menghindari “conflicts of interest”, menghindari kegiatan yang dapat menimbulkan prasangka terhadap kemampuan mereka dalam menjunjung etika. Mereka juga harus menolak pemberian dan hadiah yang dapat mempengaruhi tindakan mereka. Mereka juga tidak boleh menjatuhkan legitimasi perusahaan, tetapi harus mengakui keterbatasan profesionalisme mereka, mengkomunikasikan informasi yang menguntungkan atau merugikan, dan menjauhi diri dari prilaku yang dapat mendiskreditkan profesi mereka. Seperti halnya kerahasiaan, integritas bisa dikacaukan oleh hacker, masquerader,  aktivitas user yang tidak terotorisasi, download file tanpa proteksi, LAN, dan programprogram terlarang. (contohnya : trojan horse dan virus), karena setiap ancaman tersebut memungkinkan terjadinya perubahan yang tidak terotorisasi terhadap data atau program. Sebagai contoh, user yang berhak mengakses sistem secara tidak sengajamaupun secara sengaja dapat merusak data dan program, apabila aktivitas mereka didalam sistem tidak dikendalikan secara baik.
Contoh untuk melindungi dari ancaman terhadap integritas Memberikan akses dalam kerangka need-to-know basis Pemisahan tugas(separation of duties) Rotasi tugas
4.     Objectifity
mengharuskan para akuntan untuk mengkomunikasikan informasi secara wajar dan objektif, mengungkapan secara penuh (fully disclose) semua informasi relevan yang diharapkan dapat mempengaruhi pemahaman user terhadap pelaporan, komentar dan rekomendasi yang ditampilkan. Tujuan dari Akuntansi Manajemen atau dalam bahasa inggris (Objective of Manajemen Accountan).  Seelum kita membahas tentang Akuntansi Manajemen. Akuntansi manajemen adalah profesi yang melibatkan bermitra dalam keputusan manajemen membuat, merancang perencanaan dan kinerja sistem manajemen, dan menyediakan keahlian dalam melalui laporan keuangan dan kontrol untuk membantu manajemen dalam perumusan dan implementasi strategi organisasi
Contoh dan Tujuan dari praktek Akuntansi Manajemen meluas ke tiga bidang oleh American Institute of Certified Public Accountants(AICPA) berikut:
1.     Manajemen strategis untuk memajukan peran akuntan manajemen sebagai mitra strategis dalam organisasi.
2.     Manajemen kinerja untuk mengembangkan praktek pengambilan keputusan bisnis dan mengelola kinerja organisasi
3.     Manajemen risiko untuk berkontribusi untuk kerangka kerja dan praktek untuk mengidentifikasi, mengukur, mengelola dan melaporkan risiko untuk mencapai tujuan organisasi.

WHISTLE BLOWING

Merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang karyawan untuk membocorkan kekurangan yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya kepada pihak lain, berkaitan dengan kecurangan yang merugikan perusahaan sendiri maupun pihak lain.
Whistle bowing dibedakan menjadi 2 yaitu :
1.     Whistle blowing internal
Terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang dilakukan karyawan kemudian melaporkan kecurangan tersebut kepada atasannya
2.     Whistle blowing eksternal
Terjadi ketika seorang karyawan mengetahui kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan lalu membocorkannya kepada masyarakat karena kecurangan itu akan merugikan masyarakat.
Contoh Kasus : Kasus Mulyana W Kusuma tahun 2004. Menjabat sebagai sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akan melakukan audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Dalam kasus ini ICW melaporkan tindakan Mulyana W Kusuma kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.

CREATIVE ACCOUNTING

Semua proses dimana beberapa pihak menggunakan kemampuan pemahaman pengetahuan akuntansi (termasuk di dalamnya standar, teknik, dll) dan menggunakannya untuk memanipulasi pelaporan keuangan (Amat, Blake dan Dowd, 1999).
Di dalam creative accounting ada pendapat yang mengatakan creative accounting di bagi dua jenis, yaitu yang legal dan illegal. Maksud dari legal di sini adalah yang sesuai dengan perundang-undangan atau sesuai peraturan yang berlaku, sedangkan yang illegal adalah yang menyalahi peraturan atau perundang-undangan ayang berlaku.
Contoh kasus (Legal) :
Perusahaan PT. ABC lebih menggunakan metode FIFO dalam metode arus persediaannya. Karena dari sisi FIFO akan menghasilkan profit lebih besar dibandingkan LIFO, atau Average. Hal ini dilakukan karenaAsumsi Inflasi Besar. FIFO dapat dianggap sebagai sebuah pendekatanyang logis dan realistis terhadap arus biaya ketika penggunaan metodeidentifikasi khusus tidak memungkinkan atau tidak praktis.
FIFO mengasumsikan bahwa arus biaya yang mendekati parallel dengan arus fisik yang terjual. Beban dikenakan pada biaya yang dinilai melekat pada barang Jika perusahaan dengan tingkat persediaan yang tinggi sedang mengalami kenaikan biaya persediaan yang signifikan, dan kemungkinan tidak akan mengalamipenurunan persediaan di masa depen, maka LIFO memberikan keuntungan arus kas yang substansial dalam hal penundaan pajak.
Ini adalah alasan utama dari penerapan LIFO oleh kebanyakan perusahaan. Bagi banyak perusahaan dengan tingkat persediaany ang kecil atau dengan biaya persediaan yang datar atau menurun, maka LIFO hanyamemberikan keuntungan kecil dari pajak. Perusahaan seperti ini memilih untuk tidak menggunakan LIFO.

FRAUD ( Kecurangan )

Secara umum fraud merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam dan atau luar organisasi, dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompoknya yang secara langsung merugikan pihak lain. Orang awam seringkali mengasumsikan secara sempit bahwa fraud sebagai tindak pidana atau perbuatan korupsi.

FRAUD AUDITING ( Kecurangan Audit )

Upaya untuk mendeteksi dan mencegah kecurangan dalam transaksi-transaksi komersial. Untuk dapat melakukan audit kecurangan terhadap pembukuan dan transaksi komersial memerlukan gabungan dua keterampilan, yaitu sebagai auditor yang terlatih dan kriminal investigator.
Contoh Kasus : Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission (COSO). Penelitian COSO menelaah hampir 350 kasus dugaan kecurangan pelaporan keuangan oleh perusahaan-perusahaan publik di Amerika Serikat yang diselidiki oleh SEC. Diantaranya adalah :
1.     Kecurangan keuangan memengaruhi perusahaan dari semua ukuran, dengan median perusahaan memiliki aktiva dan pendapatan hanya di bawah $100juta.
2.     Berita mengenai investigasi SEC atau Departemen Kehakiman mengakibatkan penurunan tidak normal harga saham rata-rata 7,3 persen.
3.     Dua puluh enam persen dari perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam kecurangan mengganti auditor selama periode yang diteliti dibandingkan dengan hanya 12 persen dari perusahaan-perusahaan yang tidak terlibat.


Sumber :

PRADHITA SARI
25210352
4EB12

Etika dalam Kantor Akuntan Publik



Etika sangat diperlukan dalam berbisnis, karena etika merupakan suatu pelengkap utama dari keberhasilan para pelaku bisnis. Etika yang baik dapat meningkatkan mutu kinerja perusahaan. Dalam standar pengendalian mutu dapat memberikan panduan bagi kantor akuntan publik di dalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik dan adanya Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang diterbitkan oleh Kompartemen Akuntan Publik, Ikatan Akuntan Indonesia.
1. Etika Bisnis Akuntan Publik
Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik Staf Kantor akuntan publik kompeten, profesional, dan objektif serta akan menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama (due profesional care). Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia yang merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain itu dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.
Ada lima aturan etika yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia-Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Lima aturan etika itu adalah:
  • Indepedensi, integritas, dan
  • Standart umum dan prinsip akuntansi
  • Tanggung jawab kepada klien
  • Tanggung jawab kepada rekan seprofesi
  • Tanggung jawab dan praktik lain
2. Tanggung Jawab Sosial Kantor Akuntan Publik sebagai Entitas Bisnis
Kantor Akuntan Publik memiliki tanggungjawab sosial sebagai entitas bisnis. Sebagai entitas bisnis milik publik, kantor harus bertanggungjawab akan segala yang terjadi di dalam entitas dan memberi laporan secara terbuka kepada publik.Gagasan bisnis kontemporer sebagai institusi sosial dikembangkan berdasarkan pada persepsi yang menyatakan bahwa bisnis bertujuan untuk memperoleh laba. Persepsi ini diartikan secara jelas oleh Milton Friedman yang mengatakan bahwa tanggung jawab bisnis yang utama adalah menggunakan sumber daya dan mendesain tindakan untuk meningkatkan laba mengikuti aturan main bisnis. Dengan demikian, bisnis tidak seharusnya diwarnai dengan penipuan dan kecurangan. Pada struktur utilitarian diperbolehkan melakukan aktivitas untuk memenuhi kepentingan sendiri. Untuk memenuhi kepentingan pribadi, setiap individu memiliki cara tersendiri yang berbeda dan terkadang saling berbenturan satu sama lain. Menurut Smith, mengejar kepentingan pribadi diperbolehkan selama tidak melanggar hukum dan keadilan atau kebenaran. Bisnis harus diciptakan dan diorganisasikan dengan cara yang bermanfaat bagi masyarakat. Sebagai entitas bisnis layaknya entitas-entitas bisnis lain, Kantor Akuntan Publik juga dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk uang dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi yang artinya pada Kantor Akuntan Publik juga dituntut akan suatu tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Namun, pada Kantor Akuntan Publik bentuk tanggung jawab sosial suatu lembaga bukanlah pemberian sumbangan atau pemberian layanan gratis. Tapi meliputi ciri utama dari profesi akuntan publik terutama sikap altruisme, yaitu mengutamakan kepentingan publik dan juga memperhatikan sesama akuntan publik dibanding mengejar laba.
3. Krisis dalam Profesi akuntansi
Tekanan pemaksimalan profit saat ini membawa profesi akuntan ke dalam krisis. Profesi dituntut untuk melakukan tindakan dalam berbagai cara yang dapat menciptakan laba tertinggi agar dapat bersaing dengan iklim persaingan yang semakin ketat. Dala hal ini, seluruh tindakan yang diambil justru membuat profesi berada dalam kondisi yang membahayakan dirinya dan dapat dituntut secara hukum. Namun, di pihak lain akuntan dipaksa untuk tetap bersikap profesional dan dihadapkan pada serangkaian aturan yang harus ditaati. Akuntan harus tetap bersikap objektif, jujur, adil, tepat, independen, bertanggung jawab dan berintegritas dala menjalankan tugasnya. Motivasi untuk berperilaku etis sangat penting karena dengan berperilaku etis dapat memberikan kontribusi diantaranya keuntungan jangka panjang bagi perusahaan, integritas personal dan kepuasan bagi pihak yang terlibat dalam bisnis tersebut, kejujuran dan loyalitas karyawan serta confidence dan kepuasan pelanggan. Perusahaan seharusnya memperhatikan tanggung jawab sosial yang bertujuan untuk mereduksi timbulnya aksi sosial yang menolak keberadaan suatu perusahaan. Berbeda halnya dengan perusahaan yang mementingkan keuntungan jangka pendek. Perusahaan yang hanya berorientasi pada keuntungan jangka pendek ini cenderung kurang memperhatikan masalah etika dan integritas.
4. Regulasi dalam rangka Penegakan Etika Kantor Akuntan Publik
Setiap orang yang melakukan tindakan yang tidak etis maka perlu adanya penanganan terhadap tindakan tidak etis tersebut. Tetapi jika pelanggaran serupa banyak dilakukan oleh anggota masyarakat atau anggota profesi maka hal tersebut perlu dipertanyakan apakah aturan-aturan yang berlaku masih perlu tetap dipertahankan atau dipertimbangkan untuk dikembangkan dan disesuaikan dengan perubahan dan perkembangan lingkungan.
Secara umum kode etik berlaku untuk profesi akuntan secara keselurahan kalau melihat kode etik akuntan Indonesia isinya sebagian besar menyangkut profesi akuntan publik. Padahal IAI mempunyai kompartemen akuntan pendidik, kompartemen akuntan manajemen disamping kompartemen akuntan publik. Perlu dipikir kode etik yang menyangkut akuntan manajemen, akuntan pendidik, akuntan negara (BPKP, BPK, pajak).
Kasus yang sering terjadi dan menjadi berita biasannya yang menyangkut akuntan publik. Kasus tersebut bagi masyarakat sering diangap sebagai pelanggaran kode etik, padahal seringkali kasus tersebut sebenarnya merupakan pelanggaran standar audit atau pelanggaran terhadap SAK.
Terlepas dari hal tersebut diatas untuk dapat melakukan penegakan terhadap kode etik ada beberapa hal yang harus dilakukan dan sepertinya masih sejalan dengan salah satu kebijakan umum pengurus IAI periode 1990 s/d 1994yaitu :
1)  Penyempurnaan kode etik yang ada penerbitan interprestasi atas kode etik yang ada baik sebagai tanggapan atas kasus pengaduan maupun keluhan dari rekan akuntan atau masyarakat umum. Hal ini sudah dilakukan mulai dari seminar pemutakhiran kode etik IAI, hotel Daichi 15 juni 1994 di Jakarta dan kongres ke-7 di Bandung dan masih terus dansedang dilakukan oleh pengurus komite kode etik saat ini.
2)  Proses peradilan baik oleh badan pengawas profesi maupun dewan pertimbangan profesi dan tindak lanjutnya (peringatan tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian sebagai anggota IAI).
3)  Harus ada suatu bagian dalam IAI yang mengambil inisiatif untuk mengajukan pengaduan baik kepada badan pengawasan profesi atas pelanggaran kode etik meskipun tidak ada pengaduan dari pihak lain tetapi menjadi perhatian dari masyarakat luas.
Di Indonesia, melalui PPAJP – Dep. Keu., pemerintah melaksanakan regulasi yang bertujuan melakukan pembinaan dan pengawasan terkait dengan penegakkan etika terhadap kantor akuntan publik. Hal ini dilakukan sejalan dengan regulasi yang dilakukan oleh asosiasi profesi terhadap anggotanya. Perlu diketahui bahwa telah terjadi perubahan insitusional dalam asosiasi profesi AP. Saat ini, asosiasi AP berada di bawah naungan Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Sebelumnya asosiasi AP merupakan bagian dari Institut Akuntan Indonesia (IAI), yaitu Kompartemen Akuntan Publik.
Perkembangan terakhir dunia internasional menunjukkan bahwa kewenangan pengaturan akuntan publik mulai ditarik ke pihak pemerintah, dimulai dengan Amerika Serikat yang membentuk Public Company Accounting Oversight Board (PCAOB). PCAOB merupakan lembaga semi pemerintah yang dibentuk berdasarkan Sarbanes Oxley Act 2002. Hal ini terkait dengan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap lemahnya regulasi yang dilakukan oleh asosiasi profesi, terutama sejak terjadinya kasus Enron dan Wordcom yang menyebabkan bangkrutnya Arthur Andersen sebagai salah satu the Big-5, yaitu kantor akuntan publik besar tingkat dunia. Sebelumnya, kewenangan asosiasi profesi sangat besar, antara lain:
(i)   pembuatan standar akuntansi dan standar audit;
(ii)  pemeriksaan terhadap kertas kerja audit; dan
(iii) pemberian sanksi.
Dengan kewenangan asosiasi yang demikian luas, diperkirakan bahwa asosiasi profesi dapat bertindak kurang independen jika terkait dengan kepentingan anggotanya. Berkaitan dengan perkembangan tersebut, pemerintah Indonesia melalui Rancangan Undang-Undang tentang Akuntan Publik (Draft RUU AP, Depkeu, 2006) menarik kewenangan pengawasan dan pembinaan ke tangan Menteri Keuangan, disamping tetap melimpahkan beberapa kewenangan kepada asosiasi profesi.
Dalam RUU AP tersebut, regulasi terhadap akuntan publik diperketat disertai dengan usulan penerapan sanksi disiplin berat dan denda administratif yang besar, terutama dalam hal pelanggaran penerapan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Di samping itu ditambahkan pula sanksi pidana kepada akuntan publik palsu (atau orang yang mengaku sebagai akuntan publik) dan kepada akuntan publik yang melanggar penerapan SPAP. Seluruh regulasi tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelaporan keuangan, meningkatkan kepercayaan publik serta melindungi kepentingan publik melalui peningkatan independensi auditor dan kualitas audit.
5. Peer Review
Peer review atau penelaahan sejawat ( Bahasa Indonesia ) merupakan suatu proses pemeriksaan atau penelitian suatu karya atau ide pengarang ilmiah oleh pakar lain di suatu bidang tertentu. Orang yang melakukan penelaahan sejawat disebut penelaah sejawat atau mitra bestari ( peer reviewer ). Proses ini dilakukan oleh editor atau penyunting untuk memilih dan menyaring manuskrip yang dikirim serta dilakukan oleh badan pemberi dana untuk memutuskan pemberian dana bantuan. Peer review ini bertujuan untuk membuat pengarang memenuhi standar disiplin ilmu yang mereka kuasai dan standar keilmuan pada umumnya. Publikasi dan penghargaan yang tidak melalui peer review ini mungkin akan dicurigai oleh akademisi dan profesional pada berbagai bidang. Bahkan, pada jurnal ilmiah terkadang ditemukan kesalahan, penipuan ( fraud ) dan sebagainya yang dapat mengurangi reputasi mereka sebagai penerbit ilmiah yang terpercaya.
Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 (PP 60/2008) tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), dalam rangka menjaga mutu hasil pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) antara lain harus memenuhi dua hal, yaitu adanya standar audit dan pedoman telaahan sejawat (peer review).
PP 60/2008 pasal 55  ayat 1 menyebutkan bahwa untuk menjaga mutu hasil audit aparat pengawasan intern pemerintah, secara berkala dilakukan telaahan sejawat. Selanjutnya dalam penjelasan PP 60/2008 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “telaahan sejawat” adalah kegiatan yang dilaksanakan unit pengawas yang ditunjuk guna mendapatkan keyakinan bahwa pelaksanaan kegiatan audit telah sesuai dengan standar audit.
Tujuan kajian ini adalah untuk memperoleh kejelasan mengenai pengertian peer review dan beberapa praktik pelaksanaannya. Hasil kajian ini diharapkan dapat digunakan oleh organisasi profesi auditor sebagai acuan dalam penyusunan pedoman telaahan sejawat (peer review) APIP.
Dari studi literatur/peraturan yang terkait dan masukan dari berbagai narasumber, baik intern maupun ekstern BPKP, diperoleh simpulan sebagai berikut :
1.      Peer review(telaahan sejawat) dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan pengujian dan review yang dilaksanakan oleh rekan sejawat yang setara guna mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa organisasi audit yang di review telah patuh terhadap sistem pengendalian mutu dan pelaksanaan kegiatan audit telah sesuai dengan standar audit yang berlaku.
2.      Periode waktu dilakukannya peer review APIPminimal tiap tiga tahun sekali atau periode waktu lain yang disepakati oleh Organisasi Profesi Auditor di Indonesia setelah mempertimbangkan lingkup dan kompleksitasnya.
3.      Terdapat beberapa persyaratan yang perlu ditetapkan untuk pelaksanaan peer review  APIP sebagaimana di mandatkan dalam PP 60 tahun 2008, antara lain:
(1)    Adanya organisasi profesi yang merupakan asosiasi bagi APIP.
(2)    APIP merupakan anggota organisasi profesi auditor.
(3)    Dilakukan oleh rekan sejawat yang setara, yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang minimal sama.
(4)    Adanya standar audit yang diterbitkan oleh organisasi profesi auditor.
(5)    Adanya Sistem Kendali Mutu di setiap APIP yang diwajibkan oleh organisasi profesi auditor.
(6)    Adanya Pedoman Peer review audit yang dibuat oleh organisasi profesi auditor.
4.      Persyaratan/kualifikasi minimal yang perlu diperhatikanagar dapat menjadi pe- reviewyaitu:
(1)    Mempunyai sertifikasi sebagai auditor/setifikasi peer review
(2)    Menjadi anggota aktif organisasi profesi yang bersangkutan
(3)    Mempunyai kedudukan yang setara untuk bidang audit
(4)    Berpengalaman minimal 5 tahun sebagai auditor
(5)    Mempunyai pengetahuan terkini mengenai hal-hal yang akan di-review
Pernyataan pendapat atau opini yang relevan untuk diberikan atas kepatuhan APIP terhadap sistem kendali mutu dan standar audit adalah full compliance, satisfactory compliance dan non compliance.
Sumber :